REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arskal Salim *)
Sabtu (3/2) malam, aku berada di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Sambil menunggu kedatangan teman, kubuka smartphone untuk update info terkini.
Aku langsung terhenyak membaca berita Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) dilarikan ke RSUD Berau. Bagian tumit kaki kanannya tersengat ekor Ikan Pari saat sedang berada di Pulau Derawan, Kalimantan Timur.
Angan terbang pada pertemuan sehari sebelumnya di terminal tiga keberangkatan Pesawat Garuda, Bandara Soetta. Jumat (2/2), waktu itu jam baru menunjukkan pukul 04.30 WIB, saat aku bergegas melewati pemeriksaan terakhir x-ray memasuki area ruang tunggu keberangkatan.
Melewati pemeriksaan, aku kembali memakai ikat pinggang yang selalu diminta dilepas oleh petugas. Tiba-tiba, mata ini terpaku pada sosok yang berdiri pada jalur pemeriksaan di sebelahku. Sosok itu dikenal, namun aku ragu karena dia saat itu terlihat sendiri, tanpa staf dan ajudan yang menemani.
Benarkah itu Lukman Hakim Saifuddin (LHS), orang nomor satu di tempatku bekerja?
Di jalur pemeriksaan itu, sosok itu berdiri seorang diri, tanpa ajudan yang mendampingi. Berkaos kerah putih dibalut jaket berwarna cerah, dia menenteng ransel di bahunya.
Aku masih ragu, hingga terdengar suara seseorang yang beruluk salam sambil menyebut namanya, Menteri LHS. Yakin bahwa pria yang berdiri pada sisi sebelah jalur pemeriksaanku adalah Menteri Agama, aku pun mendekat sambil mengucap salam hormat.
“Mau terbang ke mana, Arskal?” tanya Menag. Aku jawab, “Mau ke Makassar, Pak Menteri. Menghadiri undangan pembukaan Raker IAIN Palopo.”
Sambil jalan menuju ruang tunggu, giliranku bertanya: "Pak Menteri mau berangkat ke mana?"
"Mau liburan ke Derawan,” jawabnya.
"Derawan itu di mana Pak Menteri?,” sergahku.
Cepat beliau menjawab: “Di Kalimantan Timur.”
“Kok saya tidak melihat ada staf yang dampingi Pak Menteri?” tanyaku lagi.
“Ini mau liburan dengan keluarga. Saya sudah lama tidak ambil liburan bersama,” respons Menag.
Aku hanya mengangguk dan terdiam beberapa saat, sambil membayangkan betapa seorang pejabat negara yang sibuk dengan urusan sehari-hari, menangani masalah bangsa, masih sempat meluangkan waktu berlibur bersama keluarga. Dalam hati aku bergumam, ingin melakukan hal sama mengajak keluarga liburan saat kesempatan itu tiba.
Kami pun terus berjalan melintasi beberapa gerai menuju eskalator, lalu turun ke lantai ruang tunggu keberangkatan. Ada jeda sebentar tanpa sepatah kata pun terdengar keluar. Aku sedikit sungkan memulai percakapan karena bertemu mendadak dengan atasan di tempat yang tidak terpikirkan sebelumnya. Kalaupun ingin bercakap-cakap lebih lanjut, aku tidak tahu apa yang pantas dibicarakan. Mau berbincang soal pekerjaan, rasanya kurang etis apalagi beliau mau liburan.
Memasuki area ruang tunggu keberangkatan, aku pamit untuk shalat Subuh di Mushalla terdekat pintu keberangkatan menuju Makassar, pintu 11. Sementara Menag lanjut ke pintu 17, bergabung dengan keluarganya.
Pertemuan singkat itu sangat berkesan. Sebagai Menag, LHS mengajariku tentang kesederhanaan dan kebersahajaan. Penampilan dan caranya yang khas berkomunikasi dengan bawahan begitu memesona. Aku tak dapat menyembunyikan rasa kagum dan hormat yang amat dalam kepadanya.
Sebagai kepala keluarga, LHS memberi pelajaran tentang perhatian. Teliti dalam kerja, dan perhatian terhadap keluarga. Hak-hak istri dan anak untuk liburan bersama ditunaikan tanpa mengganggu tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
Rasa kagum dan hormat ini amat dalam, hingga sedih langsung mendera saat mendengar kabar musibah yang menimpa Pak LHS di Pulau Derawan. Rasa shock dan sedih yang tak terkira.
Dari kota Lubuklinggau, aku berdoa semoga luka yang diderita Pak LHS tidak cukup serius dan segera pulih seperti sedia kala. "Segera cepat sembuh ya Pak Menteri. Iringan doa kami selalu menyertai Bapak dalam memimpin Kementerian Agama sehingga sukses membawa perubahan positif di negeri ini". Amien.
*) Direktur Pendidikan Tinggi Keagaman Islam, Kemenag RI