REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Harga gabah di wilayah sentra padi Kabupaten Subang, masih relatif tinggi. Untuk gabah dalam kondisi basah, harganya masih dikisaran Rp 7.000 per kilogram. Sedangkan, gabah dalam kondisi kering mencapai Rp 8.500 per kilogram. Tingginya harga gabah ini, dipengaruhi hasil produksi petani yang mengalami penurunan.
Ketua Gapoktan Mitra Tani, Desa Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Manaf Hadi Permana, mengatakan, sampai saat ini harga gabah masih relatif tinggi. Kondisi ini, dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Yaitu, belum terjadi puncak panen raya. Lalu, hasil produksi petani mengalami penurunan akibat gangguan hama.
"Puncak panen raya diprediksi Maret nanti. Kalau panen raya, biasanya harga gabah turun," ujarnya, kepada Republika, Selasa (6/2).
Adapun hasil produksi, Manaf menuturkan, saat ini rata-rata petani hanya menghasilkan tiga ton gabah dalam sehektarenya. Padahal, jika dalam keadaan normal hasil produksi bisa menembus tujuh ton per hektarenya.
Tetapi, karena serangan hama hasil produksi mengalami penurunan yang cukup drastis. Akibatnya, harga gabah masih cenderung mahal.
Untuk yang panen Maret nanti, lanjut Manaf, dipekirakan akan bagus hasilnya. Soalnya, padi tumbuh dengan normal. Tidak seperti, petumbuhan padi tiga bulan kemarin. Padi diserang hama dan rumput kerdil. Sehingga, pertumbuhannya tidak maksimal. Akibatnya, bulir yang keluar juga sedikit.
"Kita berharap, panen bulan depan akan lebih baik," ujarnya.
Petani lainnya, Ati Suharti (37 tahun), mengaku, saat ini harga memang masih bagus. Akan tetapi, hasil saat ini tetap tidak berbanding lurus dengan biaya produksi. Harga gabahnya tinggi, biaya produksi juga naik. Akibat pembelian obat-obatan untuk membasmi hama.
"Sekarang ini biaya produksi terus naik. Karena, kami harus membeli obat-obatan. Dalam sehektare kemarin, biaya yang kami keluarkan mencapai Rp 7 juta," ujarnya.