Rabu 07 Feb 2018 17:01 WIB

Anggaran Kementerian Menumpuk di 5 Kabupaten di Papua

Anggaran yang menumpuk di 5 kabupten pada 2016 itu mencapai Rp 20 triliun.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Budi Raharjo
Salah satu sekolah di Kabupaten Asmat, Papua.
Foto: Fitriyan Zamzami/ Republika
Salah satu sekolah di Kabupaten Asmat, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, alokasi anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp 20 triliun pada 2016 terindikasi hanya menumpuk di lima kabupaten di Papua. Bambang menilai, hal itu harus segera diperbaiki demi mewujudkan pembangunan yang merata di Papua.

"Hampir 50 persen itu menumpuk di 5 kabupaten. Itu harus disebar. Kebanyakan kabupaten itu berada di pinggir pantai," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (7/2). Bambang mengatakan, alokasi anggaran K/L bisa tersebar sesuai kebutuhan berbagai kabupaten di Papua.

Bambang mengatakan, alokasi anggaran untuk pembangunan di Papua relatif besar dibandingkan daerah lain. Ia mengaku, pada 2016, transfer dana daerah ke Papua mencapai Rp 60 triliun dan dari K/L sebesar Rp 20 triliun.

"Itu malah bisa menimbulkan kecemburuan daerah lain karena tidak ada yang sebesar itu. Kita harap alokasi anggaran semakin baik dengan prioritas pada kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar. Itu harus diutamakan," ujar Bambang.

Bambang juga turut mengkritisi pemerintah daerah di Papua terutama di Asmat untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Hal itu terkait dengan Kasus Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk di Asmat.

Ia mengaku, persoalan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah mengalami kesulitan, ujarnya, baru pemerintah pusat akan membantu.

"Tentunya ini teguran keras bagi pemerintah daerah. Ini karena mereka punya tanggung jawab yang tidak dijalankan dengan baik. Kita harapkan ke depannya tidak ada lagi pemerintah kabupaten di Papua yg lalai untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat," ujar Bambang.

Pengembangan Pengobatan Jarak Jauh

Untuk mengatasi persoalan kesehatan di Papua, Bappenas bekerja sama denganIndonesia American Society of Academics (IASA)berupaya mengembangkan pemanfaatan telemedicine atau pengobatan jarak jauh.

IASA merupakan asosiasi akademisi diaspora Indonesia diAmerika Serikat yang memiliki perhatian dan dedikasi untuk turut serta membangun Papua dan Papua Barat sesuai dengan bidang yang ditekuni oleh masing-masing anggota.

Bambang mengatakan, persoalan kesehatan menghadapi tantangan aksesibilitas dan permukiman penduduk yang menyebar di Papua. Hal itu, menurut Bambang, memperberat biaya untuk membangun puskesmas dan rumah sakit.

"Tentu itu butuh dokter dan perawat dalam jumlah tidak sedikit. Untungnya ada terobosan teknologi yakni telemedicine," ujarnya.

Bambang menjelaskan, pengobatan jarak jauh dengan bantuan teknologi digital itu membuat dokter bisa memberikan tindakan medis meski tidak bertemu muka secara langsung dengan pasien.

Meski begitu, Bambang memahami, agar pelayanan itu bisa mencapai ke pedalaman tentu dibutuhkan infrastruktur internet. "Saat ini Kemenkominfo berupaya menyelesaikan palapa ring terutama di timur. Kami harap, pada 2019 ketika proyek itu selesai, telemedicine bisa beroperasi secara maksimal," ujarnya.

Chairman IASA Edward Wanandi mengaku telah menjalin kerja sama dengan Universitas Gajah Mada dan Universitas Atmajaya untuk menjalankan program tersebut. Sebagai permulaan, proyek akan dilakukan di lima puskesmas diJayapura, Merauke, dan Nabire sebelum bisa disebarkan ke wilayah lain.

"Di RSUD Jayapura yang akan menjadi pusatnya kami akan membuat pusat pelatihan. Jadi, setiap petugas puskesmas akan diberikan pelatihan 6 sampai 8 pekan agar mereka mahir dalam memakai peralatan," ujar Edward.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement