Rabu 07 Feb 2018 22:13 WIB

Tutupan Lahan Hutan yang Minim Jadi Pemicu Utama Longsor

cuaca ekstrem bukanlah faktor utama terjadinya longsor di jalur Puncak, Bogor

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Hazliansyah
Warga melihat petugas gabungan melakukan evakuasi longsor di Jalur Utama Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melihat petugas gabungan melakukan evakuasi longsor di Jalur Utama Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID,

BOGOR -- Peneliti senior Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor (IPB), Ernan Rustadi, melihat, cuaca ekstrem bukanlah faktor utama terjadinya longsor di jalur Puncak, Bogor. Meningkatnya kerentanan dan pengurangan daya dukung kawasan adalah yang dikatakan menjadi penyebabnya.

Dalam penelitiannya pada 2015, Ernan menjelaskan, tidak ada perubahan berarti dalam cuaca ekstrem di kawasan Puncak.

"Yang berubah dari tahun ke tahun justru adalah kerentanan dan daya dukung. Penyebabnya, tutupan lahan hutan semakin berkurang yang tergantikan dengan pemukiman," ucapnya ketika ditemui Republika.co.id di IPB Dramaga, Bogor, Rabu (7/2).

Ernan mencatat, sampai saat ini, tutupan hutan yang tersisa di kawasan Puncak, Bogor, hanya sekitar 30 persen. Itupun hanya area yang memang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dalam surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sebanyak 34 persen lainnya adalah lahan perkebunan, 11 persen pemukiman dan 18 persen sawah. Sisanya, merupakan lahan peralihan dari sawah atau hutan yang akan dialihfungsikan sebagai pemukiman maupun perkebunan.

Sementara persentase area hutan berpotensi menurun, area pemukiman dan perkebunan akan semakin meningkat. "Terlebih, ketika dua kawasan ini merambah daerah yang tidak seharusnya, seperti area curam dan sepadan sungai," ucap Ernan.

Ernan melihat, sedikitnya 40 persen pemukiman di kawasan Puncak tidak berdiri di tempat yang semestinya. Dampaknya, keseimbangan tata ruang berpotensi terganggu dan menyebabkan daya dukung kawasan berkurang hingga bencana longsor mudah terjadi.

Tidak hanya pemukiman, ada sekitar 34 persen perkebunan di Puncak tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah.

"Tapi, karena di lapang, Hak Guna Usaha mereka perkebunan dan mereka tidak masuk dalam kawasan hutan sesuai SK KLHK, area ini tetap jadi perkebunan," ujarnya.

Dengan kondisi tutupan hutan yang semakin berkurang, daya dukung kawasan Puncak terus menurun. Untuk menyeimbangi ini, Ernan menyebutkan, tutupan hutan setidaknya mencapai 50 persen.

Guna mencapai 50 persen itu, pemukiman dan perkebunan memang harus dialihfungsikan kembali sebagai hutan lindung. Tidak harus block di satu tempat, bisa terpisah-pisah atau disebut hutan lindung setempat, tutur Ernan.

Area hutan lindung setempat ini sebaiknya difokuskan pada dua titik, yakni daerah curam yang membutuhkan pegangan kuat agar tanah tidak mudah bergerak dan sepadan sungai. Selain itu, hutan lindung setempat bisa disebar di dekat pemukiman masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement