Senin 12 Feb 2018 08:05 WIB

Penganiayaan Tokoh Agama dan Misteri Motif Pelaku

Sejauh ini motif pelaku penganiayaan belum terungkap.

Rep: Wahyu Suryana, Muhyiddin, Arif Satrio Nugroho/ Red: Budi Raharjo
Petugas kepolisian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus penyerangan di Gereja Katholik St. Lidwina, Jambon, Trihanggo, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Ahad (11/2).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Petugas kepolisian melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus penyerangan di Gereja Katholik St. Lidwina, Jambon, Trihanggo, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Ahad (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Penganiayaan terhadap tokoh agama kembali terulang. Belum juga kasus penganiayaan sejumlah ulama di Jawa Barat terungkap tuntas,  peristiwa serupa terjadi lagi.

 

Kali ini terjadi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Korbannya, seorang romo (pastur) dan sejumlah jemaatnya yang baru saja melakukan misa di Gereja Santa Lidwina. Rentetan peristiwa itu terjadi dalam tempo tak sampai sebulan.

Kapolres Sleman, AKBP Muchamad Firman Lukman Hakim, belum bisa mengatakan motif pelaku melakukan serangan di gereja karena masih terus didalami. Termasuk, mendalami apakah pelaku mengidap gangguan jiwa atau tidak. "Motif sementara kita belum tahu, kita masih dalami, gangguan jiwa kita belum tahu," ujar Firman, Ahad (11/2).

Dalam kejadian di gereja itu Firman menyebutkan ada empat jemaat, termasuk Romo Edmund Prier, dan satu polisi yang menjadi korban. Pelaku yang melakukan penyerangan dengan menggunakan sebilah pedang telah dilumpuhkan dan kini dirawat di RS UGM. Pelaku mengalami luka tembak di kaki kananya. Pelaku belakangan diketahui bernama Suliyono, berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Penganiayaan terhadap tokoh agama ini tak ayal mengundang banyak kecaman. Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsudin mengatakan penyerangan terhadap jemaat rumah ibadah itu merupakan tamparan besar. Apalagi, tokoh-tokoh pemuka agama baru saja menyelenggarakan musyarawah besar (Mubes) untuk kerukunan bangsa di Jakarta pada 8-10 Februari 2018.

"Bagi saya dan bagi kami yang baru saja selesai dalam musyawarah antarumat beragama untuk kerukunan bangsa ini sungguh merupakan suatu tamparan besar," ujar Din usai acara puncak perayaan agenda PBB World Interfaith Harmony Week di Jakarta Convention Hall (JCC), Jakarta, Ahad (11/2).

Din pun menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam kepada keluarga korban, baik pemimpin jemaat maupun sebagian jemaat dari gereja tersebut. "Kita baru berbicara kerukunan tapi di akhir-akhir ini, di hari ini terjadi tindak kekerasan yang katanya orang gila pakai samurai masuk ke gereja di tengah umat yang sedang menunaikan peribadatannya misa atau kebaktian," ucap mantan Ketum MUI ini.

Din pun merasa heran dengan adanya kasus penyerangan terhadap tokoh-tokoh agama akhir-akhir ini. Karena, menurut dia, belum lama ini penyerangan tersebut juga terjadi pada tokoh Islam di Bandung, Jawa Barat. "Nah saya hanya ingin memesankan, peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang-sekarang ini termasuk di Bandung, Jawa Barat, dua tokoh agama Islam seorang kiai dan seorang aktifis ormas Islam bahkan menjadi korban katanya dilakukan oleh orang gila," kata Din.

Umat diminta tetap tenang

Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiatmoko meminta umat diminta tetap tenang. Peristiwa yang terjadi di Gereja Santa Lidwina diharapkannya bisa dituntaskan melalui jalur hukum. Ia percaya polisi bisa mengungkap tuntas motif dan pelaku penyerangan itu.

"Umat tetap tenang dan tidak perlu terpancing emosi. Persoalan ini sudah ditangani aparat yang berwajib dan diharapkan bisa segera tuntas," kata Rubiyatmoko di Semarang.

Uskup sendiri telah menjenguk para korban luka pada kejadian tersebut. Menurut dia, para korban sudah tertangani dengan baik dan kondisinya tidak mengkhawatirkan. "Mereka tidak dendam sama sekali. Mereka justru merasakan begitu Tuhan melindungi dalam kejadian tersebut," katanya.

Melalui kejadian ini, lanjut dia, masyarakat harus bisa menjaga kehidupan bersama dan jangan sampai mudah diadu domba sehingga menimbulkan kecurigaan satu sama lain. Ia mengaku belum mengetahui secara pasti motif penyerangan tersebut.

photo
Para pelayat tengah menyolatkan Ustaz Prawoto yang meninggal akibat dianiaya di mesjid Al Muhajirin Jalan Burujul, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Kamis (1/2)

Rentetan kejadian itu

Dari catatan Republika, setidaknya ada sejumlah serangan terhadap ulama dan ustaz yang terkonfirmasi dalam tiga pekan terakhir ini. Serangan pertama menimpa Pengasuh Pondok Pesantren al-Hiadayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, Sabtu (27/1).

Serangan kedua terjadi pada 1 Februari 2018 dengan korban Ustaz Prawoto, Komandan Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis). Prawoto meninggal dunia oleh serangan yang dilakukan oknum tetangga. Pelaku penyerangan terhadap KH Emon Umar Basyri dan Ustaz Prawoto  disebut-sebut mengalami gangguan kejiwaan. Motif pelaku pun menjadi buram.

Ketika serangan pertama terhadap ulama muncul, tidak ada kecurigaan kisah pedih ini akan berlanjut alias berseri. Namun, ketika kasus serupa dialami Ustaz Prawoto, banyak kalangan menilai serangan seperti ini belum tentu berhenti di sini. Ada semacam pola yang sama dengan target yang sama untuk mengganggu kehidupan beragama di Indonesia.

Peristiwa berikutnya terjadi pada Ahad (11/2) dini hari. Seorang pemuka agama Islam, Ustaz Abdul Basit mengalami pengeroyokan di depan rumahnya, Jalan Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat. Akibat pengeroyokan itu, Abdul Basit pun mengalami luka di tangannya. Tiga orang pemuda dibekuk polisi.

Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, usai mendapati laporan pengeroyokan, pihak kepolisian langsung melakukan penyelidikan. Hasilnya, tiga orang dari belasan remaja diamankan. Imbas pengeroyokan ini, Abdul Basit mengalami luka di bagian tangan kirinya terkena sabetan clurit oleh sekelompok pemuda itu.

Dan pada Ahad (11/2) kemarin, pastur dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Ketua Gereja Santa Lidwina, Sukatno, mengatakan, serangan terjadi usai misa dilaksanakan. Kegiatan misa digelar sekitar pukul 07.02 WIB. Setelah beberapa ritual dilakukan, terdengar suara teriakan dari belakang dan telah terlihat beberapa orang berdarah-darah.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement