REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite III Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) RI Fahira Idris mengutuk keras kasus penganiayaan terhadap tokoh agama di Yogyakarta, yang menimpa Pastor Karl-Edmund Prier. Menurutnya, rentetan penganiayaan tokoh agama berpotensi mengadu domba antar umat beragama.
"Negara harus selangkah di depan mengantisipasi kejadian-kejadian seperti ini," tegas Fahira, Senin (12/2).
Sebab setelah penganiayaan ulama dan ustaz beberapa hari lalu, kini yang menjadi korban adalah pastor. "Susah untuk tidak curiga kalau kita sedang diadu domba," ucapnya.
Ia khawatir, letupan-letupan peristiwa ini jika diabaikan akan menjadi bom waktu yang bisa disulut kapan saja. Sebab aksi-aksi penyerangan yang menyasar para pemuka agama efektif membangkitkan amarah antarumat beragama. Sekaligus menumbuhkan rasa saling curiga dan saling tuduh.
"Ini efektif dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk melakukan pembenaran atas klaim-klaim mereka seolah menyebut Indonesia sedang dilanda wabah intoleransi di mana-mana," imbuh Fahira.
Motif dari berbagai penyerangan terhadap pemuka agama ini berpotensi merusak kedamaian. Sehingga berbagai pihak diharapkan tidak perlu membelokkan persoalan ini ke isu-isu lain. Ada pihak yang berusaha memisah-misahkan.
Seperti saat pemuka agama tertentu dianiaya mereka tidak berkomentar dan menganggap perisitwa biasa. Tetapi saat pemuka agama lain mengalami hal yang serupa, isunya mereka belokkan menjadi soal intolerensi dan politik identitas.
"Kita harus waspada terhadap oknum-oknum yang suka standar ganda seperti ini. Sadar atau tidak sadar, opini mereka ini malah memperkeruh suasana," imbau Senator Jakarta ini.
Sebelumnya setelah aksi kekerasan yang menyasar pesantren, ulama, dan ustaz di Jawa Barat, kini terjadi lagi aksi kekerasan di Gereja Santa Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta pada Ahad Pagi (11/2). Seorang pelaku menyerang melukai Pastor Karl-Edmund Prier SJ yang sedang memimpin misa dan langsung dilumpuhkan oleh aparat kepolisian.