REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ngada, Marianus Sae dan Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu (WIU) sebagai tersangka suap proyek di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ngada. Marianus diduga menerima suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemkab Ngada yang dikerjakan WIU selaku kontraktor.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengatakan tim Satgas KPK melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi terkait dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Bupati Ngada, Marianus Sae. Dalam OTT kali ini KPK melakukan OTT di tiga lokasi yakni Surabaya, Kupang dan Bajawa. Sebanyak lima orang diamankan.
"Untuk kepentingan penanganan perkara ini, telah dilakukan penyegelan sejumlah tempat antara lain ruang kerja dinas Bupati Ngada, Ruang kerja bupati dan ajudan, ruang kerja PT S99 di Bajawa dan ruang kerja milik WII (Wilhelmus Iwan Ulumbu), ruang kerja di rumah milik WIU," ujar Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/2).
Adapun penyegelan tersebut dilakukan, lantaran KPK masih mencari alat bukti lain terkait operasi senyap yang dilakukan KPK terhadap calon bupati yang gagal maju di Pilkada 2018 tersebut. Marianus diduga menerima suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemkab Ngada yang dikerjakan WIU selaku kontraktor.
Basaria menuturkan, dalam kurun waktu akhir 2017 hingga awal 2018, Wilhelmus diduga memberikan suap sebesar Rp 4,1 miliar. Baik secara tunai maupun transfer ke rekening bank yang kartu ATM-nya diserahkan kepada Marianus.
"Total uang baik yang ditransfer maupun diserahkan tunai oleh WIU kepada MSA sekitar Rp 4,1 miliar. Antara lain, yaitu diberikan pada November 2017 sebesar Rp 1,5 miliar di Jakarta, pada bulan Desember 2017 terdapat transfer sebesar Rp 2 miliar, pada 16 Januari 2018 diberikan cash di rumah bupati sebesar Rp 400 juta dan 6 Februari diberikan cash di rumah Bupati sebesar Rp 200 juta," terang Basaria.
Bahkan pada 2018 ini, Marianus telah menjanjikan kepada Wilhelmus untuk mendapat sejumlah proyek. Wilhelmus dijanjikan bakal mendapat sekitar tujuh proyek pembangunan jalan maupun jembatan dengan nilai proyek Rp 54 miliar.
Atas perbuatannya Marianus dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, Iwan dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.