Jumat 16 Feb 2018 17:40 WIB

Pasal Penghinaan Presiden Bisa Jadi Pemukul Lawan Politik

Pakar hukum menilai pasal penghinaan presiden di RKUHP bisa menjadi pasal karet.

Rep: umar mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
 Abdul Fickar Hadjar (kanan)
Foto: Wahyu Putro A/Antara
Abdul Fickar Hadjar (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, memuat pasal penghinaan terhadap Presiden ke dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) itu sama saja dengan menghidupkan pasal karet. Sebab, pasal tersebut bersifat multitafsir.

"Mengapa, karena pasal ini bisa multitafsir, selain menuntut murni yuridis, tapi juga bisa memukul lawan politik atas perbedaan pendapat apalagi dikaitkan dengan pasal 7 UU Dasar 1945 tentang mekanisme pemakzulan Presiden karena Presiden melakukan kejahatan berat termasuk korupsi," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (16/2).

Fickar menambahkan, tempat asal mula dibuatnya pasal penghinaan terhadap Presiden, yakni Belanda, pun telah dicabut karena dianggap sudah tidak cocok. "Pada negara demokrasi seperti Indonesia norma pasal itu sudah tidak cocok, bahkan di negara asalnya pun norma pasal ini sudah dicabut," ujarnya.

Selain itu, menurut Fickar, pasal penghinaan Presiden dalam RKUHP hanya merangkum substansi pasal 134, 136, dan 137 KUHP yang ada saat ini, yaitu menempatkan raja atau ratu sebagai simbol negara. Padahal, hal itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu.

Fickar menuturkan, Presiden bukanlah simbol negara karena berdasarkan UU 24/2009, yang dimaksud dengan simbol negara adalah bendera, bahasa dan lambang negara Pancasila. "Karena itu, MK selain membatalkan norma penghinaan kepada Presiden, juga menurunkan gradasi pasal 207 KUHP penghinaan terhadap pejabat publik sebagai delik aduan," ujarnya.

(Baca: Pasal Penghinaan Presiden Belum Dibahas dengan Pemerintah)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. Al-Ma'idah ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement