Kamis 01 Mar 2018 17:59 WIB

Hoax, tidak Ada Pemimpin MCA

Polisi harus usut detail dimana mereka mendaftar sebagai anggota MCA

Sejumlah tersangka diperlihatkan saat rilis Pelaku penyebaran isu provokatif dan ujaran kebencian yang terorganisir dengan nama The Family Muslim Cyber Army di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah tersangka diperlihatkan saat rilis Pelaku penyebaran isu provokatif dan ujaran kebencian yang terorganisir dengan nama The Family Muslim Cyber Army di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, yang juga salah satu netizen senior Indonesia, Mustofa Nahrawardaya, membantah dengan keras adanya Pimpinan MCA (Muslim Cyber Army) yang dirilis Kepolisian. Polisi diminta tidak percaya begitu saja, terhadap pengakuan para pelaku.

"Para pelaku harus bisa membuktikan dirinya aktivis MCA, dengan menunjukkan beberapa hal. Jika yang bersangkutan benar-benar MCA, nanti bisa saja diuji. Tapi tidak akan saya bocorkan di sini. Sekalipun setiap Netizen Muslim dapat mengaku sebagai MCA, namun bukan berarti setiap pengakuan bisa diterima sesama pegiat MCA lainnya,"ujar Mustofa yang juga pemilik akun Twitter @NetizenTofa, kepada Republika.co.id, (1/3).

Dijelaskannya, keberadaan MCA hadir bukan tiba-tiba. Dan meski tidak memiliki payung organisasi, rata-rata para pegiat MCA saling faham dalam bekerja membela kepentingan MCA di dunia maya.

"Jadi, para pegiat MCA ini unik. Mereka tidak pernah ketemu muka, tidak punya organisasi perekat, bahkan tidak memiliki markas. Tidak ada juga alamat email atau nomor rekening. Maka jika ada orang menggerakkan pegiat MCA menggunakan email, nomor rekening, atau menggunakan wadah terstruktur misalnya lembaga atau semacam kantor, maka saya pastikan itu bukan MCA," tegasnya.

Mustofa menegaskan, satu-satunya alasan mereka bergerak bersama-sama sehingga bisa menggalang opini adalah semata-mata karena alasan keyakinan sesama MCA, yang semuanya aktifis dunia maya Muslim.

"Memang hanya itu. Mereka pegiat MCA diikat oleh Islam sebagai pemersatu. Yang mengikat mereka bukan bayaran atau pekerjaan, dan bukan dipersatukan oleh partai politik maupun Ormas Islam," kata Mustofa.

Ditambahkan, saking hati-hatinya MCA dalam menjaga nama baik, sesama MCA dipastikan sudah saling faham bahwa mereka tidak akan membuat perkumpulan pertemanan dalam Grup Media Sosial. Para MCA, lanjut Mustofa, tidak membuat Grup WA, grup FB, atau grup Media Sosial lainnya seperti Telegram dan BBM grup.

"Jadi saya kaget ketika mendengar ada anggota MCA ditangkap Polisi karena punya grup WA dan Grup FB, lalu sengaja merancang aksi menghina Kepala Negara melalui postingan di Media Sosial," demikian Mustofa menanggapi berita penangkapan "Anggota MCA" di berbagai kota.

Menanggapi langkah polisi yang merilis para pelaku, Mustofa meminta Polisi agar  mengusut tuntas mereka.  Jika mereka mengaku sebagai anggota MCA, maka Polisi harus usut detail, dimana mereka mendaftar sebagai anggota MCA. Pengakuan sebagai anggota MCA oleh netizen, tidak lantas akan dipercaya netizen lain. Rata-rata netizen sudah tahu pola yang dimiliki MCA selama ini.

"Polisi jangan cepat menyerah dengan kicauan pelaku yang sudah tertangkap. Interogasi yang cermat. Nanti akan ketahuan bohongnya. Karena pegiat MCA yang asli, tidak memiliki niat-niat ujaran kebencian. Tidak melakukan hate speech dan tak mengenal keanggotaan. Kok sampai ada orang mengaku-aku punya keanggotaan MCA, itu pasti ngawur. Kehidupan pegiat MCA, ditentukan oleh sesama MCA. Yang melakukan provokasi ujaran kebencian, pasti akan di-report as spam atau diblokir oleh MCA lainnya. Itu hukum mereka," pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement