REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Seorang marbut (pengurus masjid) di Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Garut, Jawa Barat, YR (56 tahun) mengklaim merekayasa kasus penganiayaan pada dirinya lantaran masalah ekonomi. Ia merasa penghasilannya sebagai marbut terbilang amat minim.
Namun terungkap, dirinya diberikan kewenangan mengelola tanah wakaf berupa sawah agar bisa punya penghasilan sendiri. Camat Pamengpeuk Hendra S Gumilang mengatakan sebenarnya kesejahteraan merupakan tanggung jawab Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.
Sedangkan yang masuk kewenangan Kantor Kecamatan ialah guru ngaji. Ia mengklaim sejumlah guru ngaji di wilayahnya mendapat gaji dari Pemkab Garut.
(Kapolres Garut Beri Bantuan pada Marbot Masjid)
"Kalau marbut termasuk DKM itu binaan KUA, bukan kami. Cuma dari Kantor Kecamatan belum pernah usulkan gaji marbut, hanya gaji guru ngaji. Kan biasanya marbut nyambi guru ngaji, sudah jalan tapi belum semua dapat," katanya pada Republika.co.id, Kamis (1/3).
Hanya saja, ia belum bisa memastikan apakah YR menerima gaji tersebut atau tidak. Selain itu, menurutnya, YR seharusnya bisa menggantungkan penghasilan dari tanah wakaf berupa sawah yang dijatahkan pada marbut masjid. Luas sawahnya pun terbilang lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
(Rekayasa Kasus Penganiayaan, Marbot Masjid Minta Maaf)
"Marbut DKM sudah dapat garapan tanah wakaf sawah. Sehari-hari selain dapat insentif, dapat garapan tanah wakaf. Ya begitulah (harusnya sejahtera). Uang cash-nya (gaji bulanan) seperti di berita. Wakafnya besar empat hektare dibagi-bagi pengurus, salah satunya untuk marbut," ujarnya.