REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Namun, kemajuan ponpes dari segi bangunan sudah banyak yang mengalami perubahan. Saat ini, kebanyakan ponpes memisahkan lembaga pendidikan laki-laki dan perempuan. Para santri yang sudah dipisah berdasarkan jenis kelamin tersebut diikat dengan peraturan yang sangat ketat.
Para santri biasanya digembleng dengan pelajaran-pejaran kitab-kitab bahasa Arab klasik. Para santri dibekali dengan ilmu-ilmu ushul (dasar) sebagai modal mereka menjadi ahli agama.
Kitab-kitab agama berbahasa Arab tersebut disebut dengan kitab kuning atau kitab gundul. Penamaan ini karena kitab-kitab tersebut berbahan dasar kuning dengan bahasa Arab tanpa harkat (baris).
Pengajarnya langsung dibawakan oleh kiai atau pembatu kiai (ustaz) yang dianggap sudah mumpuni. Kebanyakan, kitab yang diajarkan, seperti pelajaran nahu (syntax), saraf (morfologi), fikih (hukum), ushul fiqh (yurisprundensi), hadis, tafsir, tauhid (teologi), serta cabang-cabang lain, seperti tarikh (sejarah) dan balaghah.
Cendekiawan Muhammad Hasyim Munif mengatakan, ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan yang sah. Artinya, ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah, Alquran, dan sunah Rasulullah SAW. Relevan, maksudnya, ajaran-ajaran itu masih tetap cocok dan berguna baik dulu, kini, dan nanti.