Senin 26 Aug 2024 12:57 WIB

Sejarah Pondok Pesantren Tebuireng

KH Hasyim Asyari merintis berdirinya Ponpes Tebuireng.

Red: Hasanul Rizqa
Ponpes Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.
Foto: dok nu
Ponpes Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Hasyim Asy'ari lahir di Jombang (Jawa Timur) pada 14 Februari 1871. Sejak masih muda, dirinya menuntut ilmu di pelbagai pondok pesantren (ponpes); dan kemudian Masjidil Haram, Makkah al-Mukarramah.

Begitu kembali dari Tanah Suci, Kiai Hasyim Asy'ari mendapati bahwa Dukuh Tebuireng masih menjadi kawasan tertinggal, terutama dari segi nilai-nilai keislaman. Ia pun bertekad untuk menggerakkan dakwah Islam di sana.

Baca Juga

Kiai Hasyim lantas membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di Dusun Tebuireng. Kemudian, tepat pada tanggal 26 Rabiul Awal 1317 H atau 3 Agustus 1899 M, ia mendirikan sebuah bangunan kecil di sana.

Bentuknya amat sederhana. Bangunan itu terbuat dari anyaman bambu berukuran 6x8 meter persegi. Ini kemudian disekat menjadi dua bagian.

Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Kiai Hasyim dan istrinya, Nyai Khodijah. Adapun bagian depan difungsikan sebagai mushala.

Ketika itu, para santri Kiai Hasyim "hanya" berjumlah delapan orang. Mereka inilah para santri awal Ponpes Tebuireng. Sekira tiga bulan kemudian, jumlah penuntut ilmu di sana meningkat menjadi 28 orang.

Awalnya, kehadiran Kiai Hasyim di Dukuh Tebuireng ditanggapi sinis oleh mayoritas penduduk lokal. Mereka bahkan beberapa kali meneror ponpes tersebut. Para santri seringkali harus tidur bergerombol di tengah ruangan karena takut tertusuk benda tajam yang dihunuskan pemuda-pemuda lokal saat malam gelap.

Dua setengah tahun lamanya, para warga berusaha menakut-nakuti Kiai Hasyim dan para santri. Akhirnya, sang kiai mengutus muridnya untuk menemui sejumlah tokoh alim di Cirebon, termasuk Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai Samsuri Wanantara, dan Kiai Abdul Jamil Buntet.

Keempat sosok itu merupakan sahabat karib Kiai Hasyim. Mereka lalu bersedia datang ke Tebuireng untuk melatih para santri dengan praktik pencak silat dan kanuragan. Sekira delapan bulan lamanya pelatihan itu berlangsung.

Hingga akhirnya, para santri menjadi jago bertarung. Mereka pun tidak lagi khawatir terhadap gangguan dari luar.

Penerus sang Syaikhona ...

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement