Ahad 04 Mar 2018 18:26 WIB

Puncak Musim Hujan Diperkirakan Berlanjut, Waspadai Bencana

Curah hujan menurun tetapi potensi bencana tetap ada.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Hujan  (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Hujan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA  -- Curah hujan diprakirakan menurun pada Maret dibandingkan Februari. Meskipun demikian, puncak musim hujan pada Maret diperkirakan masih berlanjut sehingga kewaspadaan terhadap bencana harus tetap dilakukan.

Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn menjelaskan, distribusi curah hujan dasarian III Februari 2018 (21 28 Februari 2018) menunjukkan sebagian besar daerah di Jabar mengalami curah hujan dengan kriteria menengah (50-150 mm) hingga tinggi (151-300 mm). Curah hujan sangat tinggi (> 301 mm) terjadi di wilayah Majalengka selatan, Kuningan barat dan selatan, Ciamis utara, dan Tasikmalaya tengah.

 

Sementara itu, berdasarkan Peta Prakiraan Hujan Dasarian I Maret 2018, disebutkan, sebagian besar daerah di Jabar mengalami curah hujan pada kriteria menengah (50-150 mm). Selain itu, kriteria hujan tinggi (150-200 mm) diprakirakan terjadi di sebagian kecil wilayah Bandung timur, Kota Bandung timur, Sumedang selatan, Tasikmalaya utara, Garut utara, Ciamis utara, Majalengka selatan, dan Kuningan barat.

 

"Prakiraan curah hujan pada Maret memang menurun dibandingkan dengan Februari, tapi (curah hujan) pada bulan ini masih masuk kategori menengah hingga tinggi," ujar pria yang akrab disapa Faiz itu, kepada Republika.co.id, akhir pekan kemarin.

 

Faiz menambahkan, puncak musim hujan yang berlangsung sejak Februari 2018 pun masih berlanjut hingga Maret 2018. Karena itu, dia menyatakan, kewaspadaan terhadap bencana harus tetap dilakukan pada bulan ini.

 

Sementara itu, berdasarkan data dari Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, yang diperoleh Humas Setda Kabupaten Kuningan, ada 28 kecamatan di Kabupaten Kuningan yang berpotensi gerakan tanah pada Maret 2018. Daerah-daerah itu mengalami potensi gerakan tanah menengah tinggi.

 

Wilayah tersebut yakni Kecamatan Ciawi Gebang, Cibeureum, Cibingbin, Cidahu, Ciganda Mekar, Cigugur,Cilebak, Cilimus, Cimahi, Ciniru, Cipicung, Ciwaru, Darma, dan Garawangi. Selain itu, wilayah Jalaksana, Japara, Kadugede, Kalimanggis, Kramatmulya, Kuningan, Labakwangi, Lebakwangi, Luragung, Maleber, Mandirancan, Pancalang, Pasawahan, dan Selajambe.

 

Data dari BPBD Kabupaten Kuningan, sejak Rabu (21/2) hingga Sabtu (3/3) pukul 17.00 WIB, daerah yang terdampak bencana gerakan tanah dan tanah longsor  tersebar di sembilan desa di lima kecamatan. Adapun sembilan desa itu, yakni Desa Margacina dan Jabranti, Kecamatan Karangkancana; Desa Pinara, Gunungmanik, Pamupukan dan Giriwaringin, Kecamatan Ciniru; Desa Cipakem, Kecamatan Maleber; Desa Situgede, Kecamatan Subang; Desa Cimara, dan Kecamatan Cibeureum.

 

"Ada 446 unit rumah warga yang terdampak bencana gerakan tanah dan longsor, " kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Kuningan, Agus Mauludin.

 

Selain merusak rumah, kata Agus, bencana gerakan tanah dan longsor juga membuat akses jalan desa dan jalan utama tertimpa longsor dan putus terbawa longsoran sepanjang kurang lebih 16 kilometer. Tak hanya itu, adapula sarana ibadah sebanyak empatu nit rusak berat dan satu unit terancam, sarana pendidikan lima unit, dan sarana kesehatan tiga unit posyandu rusak berat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement