REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari mengungkapkan kesulitan mencari hakim pajak dalam proses seleksi hakim agung. Mereka terbentur oleh undang-undang (UU) yang mengatur soal kekuasaan kehakiman.
"Kebanyakan hakim pajak itu sarjana ekonomi, padahal syarat calon hakim agung itu sarjana hukum sehingga kami ada kesulitan. Ini yang ingin kita sampaikan," kata Aidul di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (6/3).
Ia menerangkan ketentuan hakim agung dalam UU Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan pengadil di Mahkamah Agung (MA) harus berasal dari sarjana hukum. Sarjana lainnya terbatas pada sarjana kepolisian dan sarjana hukum Islam.
Karena itu, Aidul berharap ada perubahan legislasi terkait peraturan perundang-undangan itu atau ada pihak yang mengajukan uji materi di MK. Sebab, dia menambahkan, praktiknya banyak hakim pajak yang sarjana ekonomi.
"Mereka lebih banyak akuntansinya dibandingkan aspek yuridisnya. Kami berharap perspektif ke depan hakim-hakim juga tidak semata-mata berlatar belakang sarjana hukum," kata dia menambahkan.
Menurut Aidul, yang terpenting bagi seorang hakim adalah pengalamannya di bidang hukum. Ia menerangkan hakim peradilan pajak sudah sangat berpengalaman.
Namun, kebanyakan dari mereka berada di luar lingkungan MA karena latar belakang pendidikannya sarjana ekonomi. "Jadi harus diubah UU-nya. Perubahan UU hanya tiga, bisa amandemen UU, bisa judicial review, bisa Perppu. Kami sedang merumuskan dan akan sampaikan ke beberapa pihak," terangnya.
Ia menjelaskan, kebutuhan terhadap hakim pajak sangat tinggi. Itu terjadi lantaran tingkat perkara di MA soal pajak juga tinggi.
Saat ini, di MA hakim yang menguasai pajak hanya tinggal seorang dan segera pensiun. “Kami sudah sampaikan sebagian ke pemerintah. Tapi mungkin belum secara resmi saya datang ke presiden atau ke kementerian," ujarnya.