REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menyatakan bahwa sejumlah orang yang ditangkap terkait kasus penyebaran hoaks yang menamakan diri Muslim Cyber Army (MCA) adalah yang tergabung dalam kelompok 'The Family MCA'. Menurut Iqbal, penangkapan yang dilakukan itu pun Polri tidak melihat itu kelompok-kelompok tertentu.
"Kebetulan pada waktu itu beberapa tersangka ada di dalam grup WA (Whatsapp) The Family MCA itu. Kita tidak juga mengklaim bahwa MCA secara keseluruhan," ujar Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (6/3).
Iqbal menegaskan, kepolisian sudah melakukan pemeriksaan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menangkap anggota grup yang melakukan penyebaran hoaks tersebut. Tim pun masih terus bekerja.
"Jangan coba-coba untuk memutarbalikan fakta untuk kepentingan pribadi golongan, mempengaruhi pikiran masyarakat sehingga nanti ujungnya memecahbelah bangsa untuk harkamtibmas," tutur Iqbal.
Iqbal menambahkan, Polri melakukan patroli siber selama 24 jam untuk mencari penyebar hoaks. Apalagi, kata dia, kontestasi pilkada sudah mulai panas. "Kami sangat perlu menginisiasi penegakan hukum karena itu salah satu cooling sistem. Supaya ada deteren efek dan masyarakat tau ini (hoaks) berita tidak benar," ujarnya menambahkan.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali menangkap salah satu pelaku dari kelompok penyebar ujaran kebencian di media sosial (medsos) yang menamakan diri The Family MCA (Muslim Cyber Army). Pelaku tersebut diketahui bernama Bobby Gustiono, Ahad (4/3).
Sedangkan sebelumnya sejumlah tersangka ditangkap serentak pada Senin (26/2). Muhamad Luth (40 tahun) ditangkap di Sunter, Jakarta Utara. RSD (35 tahun) ditangkap di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. RS ditangkap di Jembrana, Bali. Sedangkan Yus ditangkap di Sumedang Jawa Barat. Tersangka lain ditangkap di Palu dengan inisial RC, dan seorang lagi di Yogyakarta.
Mereka disebut menyebarkan berita hoaks dengan rasa ujaran kebencian sesuai dengan isu yang berkembang dan bernada provokasi. seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu.
Selain ujaran kebencian, sindikat ini ditenggarai juga mengirimkan virus kepada kelompok atau orang yang dianggap musuh. Virus ini biasanya merusak perangkat elektronik penerima.