REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya aliran dana mencurigakan yang diduga untuk kepentingan dari Pilkada 2018. Setidaknya, telah terjadi peningkatan laporan transaksi keuangan mencurigakan sebanyak 1.066 transaksi tunai dan 53 transaksi via transfer.
"Ya ada, ada sih (aliran dana mencurigakan terkait Pilkada 2018)," ungkap Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Jakarta, Jumat (8/3).
Kiagus menerangkan, antara PPATK dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjalin hubungan yang baik. Sehingga, apabila PPATK menemukan suatu kegiatan apapun yang memenuhi unsur pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), maka akan PPATK serahkan ke KPK.
"Kalau kami menemukan sesuatu kegiatan apapun yang di sana atau apa dipenuhi unsur-unsur pasal TPPU ya kami akan kami serahkan," jelasnya.
Wakil Kepala PPATK Dian Erdiana Rae menuturkan, PPATK bukan kali ini saja melakukan pengawasan terhadap aliran dana pilkada atau pun pemilu. Berdasarkan data dari akhir 2017 hingga kwartal pertama 2018, memang sudah ada peningkatan laporan transaksi mencurigakan.
"Laporan transaksi mencurigakan ke kita itu sekitar 53 (via transfer). Lalu transaksi tunai yang mencurigakan sekitar 1.066," jelas Dian.
Laporan-laporan tersebut, kata dia, terkait dengan pilkada. Karena itu, otomatis terkait pula dengan para calon kepala daerah yang mengikuti pesta demokrasi itu. Dian mengatakan, jumlah transaksi itu tak ada yang mencapai angka triliunan.
"Tidak sampai triliun ya, miliaran. Puluhan miliar ada beberapa rekening," tuturnya.
Dian juga menyebutkan, PPATK terus meningkatkan pengawasannya secara intens. Kini pihaknya tidak hanya mengawasi rekening khusus dana kampanye, tetapi juga yang di luar rekening tersebut.
"Kita awasi sekarang yang di luar itu dan itu yang digunakan untuk dana kampanye. Kita sudah ada aturan di KPU apa saja yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam dana kampanye, jumlahnya sudah spesifik," terangnya.