REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Pansus RUU Tindak Pidana Terorisme Hanafi Rais mengingatkan, peraturan presiden terkait aturan teknis pelibatan TNI dalam penanggulangan antiterorisme tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Itu setelah Panitia Khusus (Pansus) Antiterorisme dan pemerintah menyepakati norma pelibatan TNI masuk dalam draf Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Namun, pengaturan teknis terkait keterlibatan TNI tersebut disepakati oleh pansus agar diatur dalam bentuk peraturan presiden (perpres). "UU antiterorisme yang baru nanti akan memberi mandat atau tugas kepada presiden supaya ada aturan yang lebih tegas terkait operasionalisasi pelibatan TNI. Ini diharapkan tidak bertabrakan juga dengan UU TNI," ujar Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/3).
Sebab, menurut dia, dalam UU 34 Tahun 2004 tentang TNI secara eksplisit menyebut salah satu tugas operasi militer TNI selain perang adalah memberantas aksi terorisme. Ia mengatakan, perpres dibutuhkan untuk memberi jabaran terkait sejauh mana keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme. Sebab, selama ini meski sudah diatur dalam UU TNI, belum ada aturan turunan terkait pelaksanaan dari UU TNI tersebut.
"Nah, selalu muncul kebingungan-kebingungan, enggak tahu apa sengaja enggak dimunculkan, saya kira sekarang sudah waktunya agar pemerintah membuat penerjemah lebih rigid, lebih operasional terkait pelibatan TNI itu. Di amanat UU terorisme yang baru ini termasuk juga meneruskan semangat UU TNI yang belum pernah punya PP," kata anggota Komisi I DPR tersebut.
Selain itu, ia meyakini pemerintah dalam hal mengeluarkan perpres pelibatan TNI juga tidak akan melenceng dari konstitusi. Hal itu untuk menjawab kekhawatiran sejumlah pihak mengenai substansi materi dalam perpres yang dapat memperluas peran TNI dalam terorisme.
"Saya masih punya prasangka baik, siapa pun presiden yang lahir karena proses demokrasi dia juga tidak boleh mengkhianati demokrasi, tapi kalau pun ada trauma-trauma masa lalu, memiliterisasi semua sektor, ya tentu kita kembali ke UUD," kata Hanafi.
Lagi pula ia memastikan kekhawatiran tidak akan terjadi karena ada peran pengawasan dari DPR. "Terkait hal ini harus jadi keputusan politik negara, itu artinya presiden dan DPR harus bersetuju apakah itu melibatkan TNI dan sejauh mana. Lalu, kan bisa ditolak di sini. Itu mekanisme check and balance DPR terkait dengan isu militer dalan terorisme," katanya.