Senin 19 Mar 2018 18:39 WIB

Hakim Tolak Permohonan Justice Collaborator Nofel Hasan

Hakim Tipikol menolak permohonan justice collaborator yang diajukan Nofel Hasan.

Terdakwa kasus suap pengadaan drone dan alat satellite monitoring di Bakamla Nofel Hasan (kanan) bersiap untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Terdakwa kasus suap pengadaan drone dan alat satellite monitoring di Bakamla Nofel Hasan (kanan) bersiap untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak permohonan "justice collaborator" (JC) yang diajukan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla RI, Nofel Hasan. Hakim memvonis Nofel Hasan dengan hukuman empat tahun penjara.

"Terkait dengan permohonan terdakwa untuk menjadi 'justice collaborator' atau JC, Hakim tidak dapat mengabulkannya dengan alasan terdakwa baru belakangan mengakui menerima hadiah dari saksi M Adami Okta," kata salah satu Hakim Anggota Sofialdi saat pembacaan pertimbangan terkait putusan Nofel Hasan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/3).

Namun, Hakim mengabulkan permintaan Nofel Hasan agar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka rekeningnya yang sempat diblokir. "Karena proses pemeriksaan sampai pada tahap penuntutan dan selama sidang tidak diperoleh terdakwa menerima uang melalui transfer maka Majelis Hakim sependapat blokir harus dibuka. Permohonan tim pengacara beralasan hukum untuk dikabulkan," kata Hakim Sofialdi.

Nofel Hasan telah divonis empat tahun penjara ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider dua bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap 104.500 dolar Singapura (sekitar Rp1,045 miliar).

"Menyatakan terdakwa Novel Hasan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah saat pembacaan putusan.

Nofel Hasan bersama-sama dengan Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo melakukan perbuatan menerima hadiah yaitu menerima Pemberian hadiah berupa uang 104.500 dolar Singapura dari Dirut PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah melalui anak buah Fahmi, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Atas putusan itu, Nofel Hasan menerimanya sedangkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)menyatakan pikir-pikir.

Putusan tersebut lebih rendah dari tuntuntan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut lima tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Nofel terbukti melanggar Pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement