REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Muchamad Ali Safa'at menyarankan agar para wakil rakyat di Kota Malang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap, sebaiknya mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini sudah diberi contoh oleh mantan Ketua DPRD yang lama, Arief Wicaksono.
"Begitu ditetapkan sebagai tersangka, langsung mengundurkan diri," katanya di Malang, Jawa Timur, ketika diminta tanggapannya terkait belasan anggota DPRD Kota Malang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (21/3).
Seharusnya, kata Ali, anggota dewan yang lain pun (yang ditetapkan sebagai tersangka) juga demikian (mengundurkan diri) agar kegiatan (kinerja) dewan tidak terganggu. Dan, partai politik juga proaktif untuk segera melakukan pergantian melalui proses pengganti antar-waktu (PAW).
Memang, lanjutnya, dalam Undang-Undang MD3 yang baru diberlakukan, pergantian hanya bisa dilakukan ketika sudah ada ketetapan hukum (inkracht). Namun proses hukum hingga inkracht cukup lama.
Padahal selama proses hukum, pasti kinerja dewan akan terganggu, minimal hingga tiga bulan setelah ada penetapan tersangka. "Selama menjalani proses hukum sebelum inkracht kan ada proses pemeriksaan dan persidangan yang tidak hanya sekali-dua kali. Dan, pasti mengganggu kerja sebagai wakil rakyat," ujarnya.
"Oleh karenya, alangkah baiknya anggota dewan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka mengundurkan diri agar segera dilakukan PAW dan kinerja dewan kembali normal," ucapnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Malang nonaktif, Moch Anton bersama 18 anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap terkait pembahasan APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
Sebelumnya, pada Agustus 2017, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni mantan Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono.