Rabu 21 Mar 2018 19:18 WIB

Dua Cawalkot Malang Jadi Tersangka Korupsi, Ini Kata KPU

KPU mengatakan hanya partai atau gabungan partai pendukung yang bisa mengganti calon

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Bilal Ramadhan
Polisi melakukan pengamanan saat mobil yang ditumpangi para petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melintas usai melakukan penggeledahan di rumah Walikota Malang, Mochammad Anton di Malang, Jawa Timur, Selasa (20/3).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Polisi melakukan pengamanan saat mobil yang ditumpangi para petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melintas usai melakukan penggeledahan di rumah Walikota Malang, Mochammad Anton di Malang, Jawa Timur, Selasa (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya secara resmi mengumumkan 19 tersangka baru atas kasus korupsi APBDP Kota Malang TA 2015. Dari 19 tersangka, dua di antaranya merupakan calon wali kota Malang pada Pilkada 2018, yakni Mohammad Anton dan Yaqub Ananda Gudban.

Melihat hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang pun ikut memberikan tanggapannya. Ketua KPU Kota Malang, Zaenuddin menyampaikan, penggantian bakal calon atau calon dapat dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau calon perseorangan dengan beberapa pertimbangan. Hal ini tertera pada PKPU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pilkada Pasal 78.

Di aturan tersebut disebutkan, calon atau bakal calon yang tidak memenuhi syarat kesehatan, berhalangan tetap seperti meninggal dunia yang harus dibuktikan dengan surat keterangan dari lurah atau kepala desa atau sebutan lain atau camat setempat. Kemudian tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen dan dibuktikan dengan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah.

"Selanjutnya adalah calon yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (21/3).

Dengan kata lain, para calon kepala daerah yang tersangkut kasus hukum, seperti tindak pidana korupsi masih berpeluang untuk mengikuti proses pilkada dan dipilih oleh masyarakat. Namun hal itu tidak berlaku ketika pengadilan sudah mengeluarkan keputusan yang bersifat inkrah.

Penggantian bisa benar-benar dilakukan ketika kekuatan hukumnya bersifat inkrah. Selanjutnya, penggantian bakal calon atau bakal pasangan calon yang dikarenakan meninggal dunia, tidak dapat melaksanakan tugas secara permanen, serta dijatuhi pidana dengan kekuatan hukum tetap dapat dilakukan dalam berbagai kondisi.

Kondisi yang dimaksud, yakni ketika dalam tahap verifikasi persyaratan calon. Kemudian ketika sebelum penetapan pasangan calon atau sejak penetapan pasangan calon sampai dengan 30 hari sebelum hari pemungutan suara.

"Artinya, jika ada salah satu calon dalam pilkada dinyatakan atau dijatuhi pidana terhitung sebelum penetapan calon atau maksimal 30 hari sebelum pemungutan suara, maka yang bersangkutan bisa diganti oleh partai politik yang mengusung," kata dia.

Selain itu, terdapat pula aturan yang apabila salah satu dari pasangan calon dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 29 hari sebelum pemungutan suara. Partai politik atau gabungan partai politik pada kondisi ini tidak dapat mengusulkam calon pengganti.

KPU pun berkewajiban menyampaikan kondisi yang sebenarnya kepada masyarakat. "Untuk kemudian proses pemilihan masih dapat dilanjutkan. Semua dengan catatan bahwa status hukumnya adalah inkrah," papar pria berkacamata itu.

Sebagai informasi, terdapat tiga pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Malang yang telah ditetapkan maju pada Pilkada 2018. Pertama, Wali Kota Malang nonaktif, Mohamad Anton dan Syamsul Mahmud dengan dukungan empat partai.

Kemudian Ya'qubAnanda Gudban dan Achmad Wanedi didukung lima partai politik (parpol). Selanjutnya, pasangan Wakil Walikota Malang non aktif, Sutiaji dan Sofyan Edi Jarwoko dengan dukungan dua partai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement