REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pemerintah Australia akan mengusir dua diplomat Rusia. Pengusiran diplomat tersebut dilakukan sebagai respons atas dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan Sergei Skripal di Salisbury, Inggris,awal Maret lalu.
Hal itu ditegaskan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull. Bersama dengan Inggris Raya dan serta sekutu dan mitra lainnya, Australia mengambil tindakan sebagai tanggapan terhadap serangan racun agen saraf baru-baru ini di Salisbury, Inggris, kata Turnbull pada Selasa (27/3).
Sama seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS), Australia telah memutuskan untuk mengusir dua diplomat Rusia. "Dua diplomat Rusia yang diidentifikasi sebagai petugas intelijen yang tidak dideklarasikanakan diusir oleh pemerintah Australia untuk tindakan yang tidak konsisten dengan status mereka, sesuai dengan Konvensi Wina," ujar Turnbull.
Pada Senin kemarin, 14 negara anggota Uni Eropa telah mengusir puluhan diplomat Rusia dari negaranya masing-masing. Hal itu merupakan reaksi negara-negara Eropa terkait dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi penyerangan Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Setidaknya 45 diplomat Rusia di seluruh Eropa telah diusir sejauh ini.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) juga telah mengambil tindakan serupa. Washington diketahui baru saja mengusir 60 diplomat Rusia dan memerintahkan penutupan konsulat Rusia di Seattle.
Skripal merupakan seorang pensiunan kolonel yang sempat berdinas di badan intelijen militer luar negeri Rusia (GRU). Pada 2004, Dinas Keamanan Rusia (FSB) menangkapnya karena dituding membocorkan informasi rahasia kepada Badan Intelijen Rahasia Inggris (MI6).
Pada Agustus 2006, pengadilan militer Rusia menjatuhkan hukuman penjara 13 tahun terhadap Skripal. Dalam vonisnya, hakim menyebut Skripal terbukti melakukan pengkhianatan tingkat tinggi dalam bentuk spionase. Semua gelar dan penghargaan yang pernah didapatkannya pun ditarik kembali oleh Rusia.
Pada Juli 2010, Skripal diampuni oleh mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev. Dia kemudian dibebaskan bersama tiga orang lainnya untuk ditukar dengan 10 mata-mata Rusia yang ditangkap FBI.
Kemudian pada 4 Maret lalu, Skripal dan putrinya yang baru saja tiba dari Rusia, Yulia (33 tahun), ditemukan terkulai tak berdaya di luar pusat perbelanjaan di Salisbury. Keduanyan diduga diracun menggunakan agen saraf novichok.
Kejadian itu memicu krisis diplomatik antara Inggris dan Rusia. Inggris menuding Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Salah satu dasar tuduhan itu adalah agen saraf yang digunakan untuk menyerang Skripal, yakni novichok, pernah dikembangkan Uni Soviet pada 1971.
Tuduhan tersebut telah dibantah tegas oleh Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim negaranya tidak lagi memiliki senjata agen saraf tersebut. Semua senjata kimia Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah pengawasan organisasi internasional.
Kendati membantah, Inggris memutuskan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. Hal itu kemudian dibalas Rusia dengan melakukan tindakan serupa.