Kamis 29 Mar 2018 00:31 WIB

Jaksa Agung Beberkan Kendala Mandeknya Eksekusi Mati

Prasetyo sebut tidak adanya lagi batas waktu terpidana mati ajukan grasi jadi masalah

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
HM Prasetyo - Jaksa Agung
Foto: Republika/ Wihdan
HM Prasetyo - Jaksa Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung M Prasetyo mengungkap kendala tidak dilanjutkannya pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Indonesia. Itu disampaikan Prasetyo saat kembali ditanyai sejumlah Anggota DPR terkait mandeknya pelaksanaan hukuman mati saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR pada Rabu (28/3).

Menurut Prasetyo, kendala pertama adalah aspek yuridis terkait pelaksanaan hukuman mati. Ia mengungkap, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan batas waktu pengajuan grasi, terpidana mati bebas mengajukan grasi sesuai yang dikehendaki.

"Dulu dalam UU Nomor 5/2010 itu dibatasi waktunya hanya satu tahun paling lambat setelah perkaranya inkrah. Sekarang tidak dibatasi lagi kapan saja, dia nyatakan grasi kemudian tidak ada batas lagi kapan dia akan mengajukan permohonan grasi, itu kan jadi masalah," ujar Prasetyo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3).

Sementara dari aspek teknis, Prasetyo menegaskan tidak ada kendala. "Kalau teknisnya mudah saja. Kalau semuanya terpenuhi. Tinggal ditembak saja sesuai dengan tata cara proses hukuman mati di negara kita. Kita enggak ada hambatan untuk melakukan itu," kata dia.

Jaksa Agung juga menambahkan, kendala lainnya yakni banyaknya pihak yang kontra dengan pelaksanaan hukuman mati baik dari internasional maupun di dalam negeri. Menurutnya, itu terjadi setelah hampir sebagian besar negara di dunia sudah menghapuskan pidana mati, namun tidak halnya di Indonesia.

"Kita tidak ada pilihan tidak harus melaksanakan, ketika memang seluruh aspeknya terpenuhi. Begitupun sikapi kontra yang ada di dalam negeri sendiri. Mereka menganggap bahwa itu melanggar HAM," ujar Prasetyo.

Apalagi kata Prasetyo, penjatuhan hukuman mati karena didasarkan akibat dari perbuatan tindak pidana kasus narkoba yang merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.

"Coba kita perhatikan tindak pidana narkoba, sekarang ini sampai 50 juta keluarga masyarakat yang jadi korban penyalahgunaan narkoba. Dari 50 juta itu 5 juta tidak bisa disembuhkan lagi dan setiap harinya tidak kurang dari 40-50 meninggal dunia hanya dari mengkonsumsi narkoba," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement