REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usainya Perang Dunia II menciptakan perubahan baru dan penting bagi dunia dengan munculnya AS sebagai satu dari dua adidaya dunia yang juga membutuhkan manusia-manusia dengan kemahiran in ternasional. Allen mengatakan, ada ba nyak bukti yang menunjukkan Amerika sempat ke kurangan tenaga ahli pada era pasca- Dinasti Turki Utsmani.
Pemerintah AS kemudian mendata para ahli bahasa untuk mempersiapkan buku-buku teks dan menggelar berbagai pelatihan personel militer. Pada 1947, kelas-kelas bahasa Arab modern terstandar dan dialek nya mulai muncul, antara lain di Fakultas Bahasa Institut Hubungan Luar Negeri di Washington DC. Kemudian, pada awal 1950- an, badan-badan Pemerintah AS, seperti Badan Keamanan Nasional (NSA) dan Ba dan Intelijen Pusat (CIA) juga memulai program Bahasa Arab.
Saat Uni Soviet meluncurkan satelit artifisial pertama mereka pada 1957, yakni Sputnik, sistem pendidikan Soviet mene kankan pada sains, matematika, dan bahasa asing sebagai faktor utama dalam pe ngem bangan teknologi luar angkasa. Maka, Per aturan Pendidikan Pertahanan Nasional Soviet (NDEA) pun mengarahkan mata pel ajaran di sekolah pada ketiga bidang ilmu tersebut.
Untuk bahasa, Soviet mendorong para pelajar agar mahir berbahasa Rusia, Cina, Hin dustan, Portugis, dan Arab. Bahkan, NDEA mendukung adanya kursus, materi instruksi, program musim panas, pelatihan guru, riset, dan banyak hal lainnya dan hal itu masih berjalan hingga saat ini.
Sementara itu, kalangan swasta di AS, seperti Ford Foundation pada 1957 me ngu curkan hibah untuk membiayai program mu sim panas di antaruniversitas untuk mem pelajari bahasa, di antaranya Bahasa Arab. Universitas yang mendapatkan ban tuan hibah ini, antara lain Universitas Co lumbia, Harvard, Johns Hopkins School of Advanced International Studies, Michigan, dan Princeton. Sistem pembelajaran Bahasa Arab dilakukan dengan merotasi basis tem pat belajar dan berlangsung pada 1957-1961.
Pada 1962-1968, hibah ini diperluas dengan melibatkan University of California di Los Angeles, Georgetown University, dan University of Texas di Austin. Hibah ini tidak ha nya membantu pengembangan program Bahasa Arab saat musim panas, tapi juga menghasilkan metode pengajaran baru.
Menurut Direktur Pusat Studi Timur Tengah Harvard University di Cambridge, Massachusetts AS, William Granara, masamasa tersebut adalah awal era studi di mana bahasa Arab dipandang harus diajarkan sebagai bahasa, tidak hanya secara klasik, tapi juga dalam bentuk idiom-idiom modern. Saat itulah momen generasi baru dimulai, yakni ketika pembelajaran bahasa tak lagi cuma membaca buku teks mati, tapi juga berkembang dengan metode audio lingual.