Senin 02 Apr 2018 12:47 WIB

Pimpinan DPR Usul Kajian Mantan Napi Korupsi Dilarang Nyaleg

KPU berencana melarang napi korupsi menjadi caleg pada Pemilu 2019

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
   Warga melakukan cap jempol usai menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan calon anggota legislatif Pemilu 2014.
Foto: Republika/Musiron
Warga melakukan cap jempol usai menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan calon anggota legislatif Pemilu 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ingin melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg) menuai beragam reaksi. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan tentunya hal tersebut dikembalikan kepada Undang-undang Pemilu yang berlaku saat ini.

"Setahu saya dalam UU Pemilu itu untuk masalah narapidana itu seorang napi yang dituntut lebih dari lima tahun itu memang tidak boleh mencalonkan menjadi anggota legislatif atapun anggtota yang lainnya," kata Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/4).

Hal senada juga diungkapkan pimpinan DPR lainnya, Fadli Zon. Menurutnya peraturan yang berlaku saat ini sudah punya mekanisme dan aturan yang disepakati dan sudah berlaku.

"Jadi menurut saya memang perlu mengacu pada UU tersebut," ujar politikus Partai Gerindra tersebut.

Fadli menambahkan perlu ada kajian yang mendalam terkait wacana tersebut. Sebab, sebelum menjadi UU perlu melewati proses yang panjang. Selain itu ia juga menilai jangan sampai larangan tersebut merugikan mereka yang ingin mencalonkan.

"Tentu prinsipnya kita juga tidak ingin nanti orang-orang yang menduduki posisi itu adalah orang-orang yang mungkin pernah melakukan satu kesalahan sehingga tidak memberikan keteladanan," jelasnya.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya mengusulkan aturan yang melarang para mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif dalam Pemilu 2019 mendatang. Aturan ini akan masuk dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) pencalonan caleg Pemilu 2019.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement