Selasa 03 Apr 2018 15:52 WIB

Sikap Guntur Soekarnoputra Terhadap Puisi Sukmawati

Guntur mengatakan Bung Karno mengajarkan syariat Islam termasuk menunaikan haji

Rep: Farah Noersativah/ Red: Bilal Ramadhan
Bung Karno dan Fatmawati seserta keluarga.
Foto: wikimedia.org
Bung Karno dan Fatmawati seserta keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menanggapi adanya puisi ‘Ibu Indonesia’ yang dibawakan oleh salah satu anak dari presiden pertama RI Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri dalam pergelaran Indonesia Fashion Week 2018, keluarga besar Soekarno angkat bicara. Guntur Soekarnoputra memastikan seluruh anggota keluarga Soekarno dididik sesuai ajaran Islam.

"Sebagai anak tertua, saya saksi hidup, bahwa seluruh anak Sukarno dididik oleh Bung Karno dan ibu Fatmawati Sukarno sesuai ajaran Islam" kata Guntur dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Selasa (3/4).

Dia melanjutkan, seluruh anggota keluarganya telah diajarkan syariat Islam, termasuk menjalankan rukun Islam. "Kami diajarkan syariat Islam dan Bung Karno pun menjalankan semua rukun Islam termasuk menunaikan ibadah haji,” ungkap Guntur.

Guntur lalu menyesalkan adanya puisi Sukmawati yang kemudian menjadi pro kontra di tengah masyarakat itu. “Atas nama keluarga besar Bung Karno, Guntur menyesalkan kemunculan puisi Sukmawati yang dibacakan di gelaran Indonesia Fashion Week 2018,” katanya dalam rilis.

Namun, Guntur tak ingin mengomentari lebih jauh puisi karya adiknya itu. Namun ia menekankan, puisi itu tak memiliki keterkaitan dengan pandangan dan sikap keluarga Bapak Proklamator Bung Karno mengenai ajaran agama Islam. "Itu pendapat pribadi Sukmawati, tidak ada urusannya dengan pandangan dan sikap keluarga," tegasnya.

Guntur juga mengungkapkan, puisi tersebut juga mewakili sikap keimanannya sebagai seorang muslimah. "Saya juga yakin puisi Sukma tersebut tidak mewakili sikap keimanannya sebagai seorang muslimah, dan saya ingin Sukma segera meluruskannya," ujar Guntur.

Puisi Sukmawati Soekarnoputri diketahui memuat kata-kata 'syariat Islam', 'cadar', dan 'azan'. Puisi ini lalu menuai polemik karena dianggap membawa unsur Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) oleh beberapa pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement