REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Tarbiyah PP Persatuan Islam (Persis), Irfan Saprudin menanggapi soal puisi yang dibacakan oleh Sukmawati Soekarnoputri tentang budaya Indonesia. Ia menilai, dalam konteks puisi tersebut, Sukmawati telah gagal memahami arti budaya yang berkembang di Indonesia.
Menurutnya, jika putri dari Proklamator Kemerdekaan bangsa Indonesia Soekarno itu berbicara di Barat, tidak akan ada reaksi seperti halnya sekarang yang membuat puisinya menjadi viral. Karena menurutnya, hal demikian di Barat sudah terbiasa. Namun di Indonesia, Irfan mengatakan bahwa Sukmawati harus mengerti tradisi dan budaya yang berkembang.
"Kalau lah yang bersangkutan bisa paham dan mengerti serta menghormati, terutama terhadap nilai-nilai Islam yg menjadi anutan mayoritas Umat Islam, maka Mba Sukmawati menjadi Budayawan atau seniman yang sejati. Melihat kejadian sekarang, Mba Sukma salah dan tidak tepat mengekspresikan pembacaan puisinya dengan kalimat-kalimat yang meresahkan bahkan cenderung penghinaan," kata Irfan, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Rabu (4/4).
Bagi seorang budayawan atau seniman, Irfan mengatakan ekspresi seni adalah kebebasan yang seluas-luasnya yang tidak tersekat oleh tradisi, budaya, norma-norma adat, bahkan agama. Mereka berprinsip bebas nilai, bahwa seni dikembangkan untuk seni (art for art), dan terbebas dari kepentingan (nilai). Hal demikian menurutnya merupakan pendapat aliran liberalisme atau yang lebih ekstrim yaitu aliran liberalisme-atheisme.
Namun demikian, Irfan mengatakan kondisi negara ini berbeda, yaitu Indonesia sebagai negara Timur dengan budaya Timur. Yang disebut budaya Timur tersebut, menurutnya, ialah setiap cara berpikir, cara pandang, cara merasa selalu dikaitkan dengan tradisi yang ada (adat istiadat), di Dunia Timur yang budayanya didasari oleh agama.
Dalam konteks Indonesia, kata dia, bangsa (warga) selalu berpegang kepada nilai-nilai agama. Karena itu, ia mengatakan bahwa budaya Timur adalah budaya Religius. Hal itu berbeda dengan Barat yang telah memisahkan antara kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budayanya dengan agama, yang dikenal Sekulerisasi.
Terkait ini, Irfan menambahkan bahwa religiusitas bangsa Indonesia harus dipahami oleh orang Indonesia sebagai hal yang mejadi aura dan kebatinan kehidupannya. Sehingga, semua orang yang ada di Indonesia harus paham, mengerti dan menghormatinya.
"Saya belum melihat seorang Mba Sukma sebagai seorang seniman yang sejati. Bisa jadi sekarang baru pengakuan sepihak," tambahnya.
Berikut puisi yang dibacakan Sukmawati di ajang Indonesia Fashion Week 2018 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (28/3):
Ibu Indonesia
Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu
Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut
Lihatlah ibu Indonesia
Saat penglihatanmu semakin asing
Supaya kau dapat mengingat
Kecantikan asli dari bangsamu
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia
Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azan mu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas doanya berpadu cipta
Helai demi helai benang tertenun
Lelehan demi lelehan damar mengalun
Canting menggores ayat ayat alam surgawi
Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya