Rabu 18 Apr 2018 16:50 WIB

Ujian Hubungan PKS-Gerindra

PAN menilai wajar usaha PKS menginginkan cawapres

Rep: Febrianto Adi Saputro, Umar Mukhtar/ Red: Budi Raharjo
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Presiden PKS Sohibul Iman
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Presiden PKS Sohibul Iman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keharmonisan yang terjalin antara PKS dan Gerindra selama empat tahun terakhir sedang terganggu. Masalahnya adalah sikap Gerindra dan PKS dalam menghadapi pemilihan presiden 2019.

 

Gerindra sudah menyatakan akan mencalonkan kembali Ketua Umum Prabowo Subianto sebagai capres. PKS pun sepakat dengan mengajukan syarat, yaitu cawapres harus dari kalangan internal PKS. Syarat itu belum mendapatkan lampu hijau dari Gerindra.

Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menilai, PKS bisa saja keluar dari koalisi yang telah dijalin bersama Partai Gerindra. Menurut dia, faktor yang betul-betul menjadi penentunya yakni bila elektoral PKS tak kunjung naik meski berkoalisi bersama Gerindra.

"Mungkin terjadi (PKS keluar dari koalisi) bila dievalusi dalam waktu yang lama, lalu elektabilitas Prabowo enggak naik, dan keuntungan elektoral untuk PKS juga tidak ada. Dalam kondisi ini, mungkin salah satu langkah yang bijak adalah mengevaluasi koalisi," kata dia, Selasa (17/4).

Selain itu, menurut Rico, ada beberapa pertimbangan yang bisa membuat PKS keluar dari koalisi bersama Gerindra. Di antaranya, tidak ada kader mereka yang maju dalam pilpres 2019, baik capres ataupun cawapres. Karena kadernya tidak terakomodasi dalam pilpres, bukan tak mungkin PKS mencari poros lain.

"Pertimbangan untuk membentuk poros tersendiri dengan Demokrat yang sampai saat ini belum menentukan sikap, PAN atau PKB, menjadi pilihan yang sangat terbuka. Kalau itu terjadi, justru Gerindra yang akan sendirian," kata dia.

Rico menilai PKS seharusnya bersikap setara dengan Partai Gerindra dan tidak menjadi subordinat dari partai yang didirikan oleh Prabowo Subianto itu. "Artinya, jika memang ternyata ada pertimbangan yang lebih baik, apakah itu membentuk poros tersendiri, mungkin itu bijak untuk dlakukan PKS," tutur dia.

Kendati demikian, Rico meng akui, terlalu dini jika menilai elektabilitas Prabowo menurun. Sebab, menurut dia, hasil survei itu bersifat dinamis dan akan terus memperlihatkan perubahan. Karena itu, ia menilai masih ada peluang bagi Prabowo untuk menaikkan elektabilitasnya.

Survei terbaru Median terkait elektabilitas kandidat capres dan cawapres 2019-2024 mencatat bahwa elektabilitas capres Joko Widodo (Jokowi) mengalami kenaikan dari 35,0 persen pada bulan Februari 2018, kini menjadi 36,2 persen pada April 2018. Sementara, Prabowo Subianto mengalami penurunan elekta bilitas dari 21,2 persen menjadi 20,4 persen pada April 2018.

Keragu-raguan juga menginggapi kubu PKS dalam pencapresan Prabowo. Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, kepastian PKS dan Partai Gerindra berkoalisi di pilpres 2019 mendatang masih akan dipengaruhi kesepakatan yang diambil antara kedua partai tersebut.

Pasalnya, internal PKS juga mengajukan sembilan nama kandidat capres-cawapres kepada Partai Gerindra. "Apakah kemudian kita sepakat dengan capres dan cawapres yang kita putuskan bersama, dan kita berharap kita bisa menyepakati," kata Hidayat.

Selain itu, Hidayat juga mengang gap Prabowo belum tentu maju da lam pilpres 2019. Menurut dia, baik Prabowo maupun Joko Widodo sam pai saat ini belum pada posisi men calonkan diri sebagai capres. "Sampai hari ini, KPU bahkan belum membuka pendaftaran capres. Jadi, karenanya bila kemudian Pak Prabowo belum nyatakan bahwa beliau siap maju sebagai calon presiden, ya, wajar saja," kata Hidayat.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, sah-sah saja jika ada yang menyebut Prabowo belum tentu maju. Namun, yang pasti, dalam Rakornas Partai Gerindra yang digelar beberapa hari lalu, Partai Gerindra telah mengamanatkan Prabowo menjadi capres dari Partai Gerindra. "Itu enggak ada kemudian mem berikan kewenangan atau memberi capres selain Prabowo. Itu yang pasti," kata Dasco.

Dari PAN, selaku salah satu partai yang dekat dengan Gerindra, menilai wajar jika PKS berkeras menginginkan jatah cawapres. Wakil Ketua DPP PAN Taufik Kurniawan menilai hal tersebut sesuatu yang wajar mengingat setiap partai ingin mendapatkan posisi yang terbaik. "Ya, sekarang ini kan orang sedang berupaya, berusaha. Namanya juga usaha," ujar Taufik.

Taufik mengatakan, setiap partai memiliki strategi dan teknik pemasaran yang berbeda-beda. Ada yang seolah memaksakan, tetapi ada juga yang dengan mengajukan syarat-syarat tertentu. "Sedangkan, PAN ini tentunya kita selalu melakukan proses mekanisme partai sesuai AD/ART, yaitu dalam rakernas (rapat kerja nasional)," katanya. n ed: muhammad hafil

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement