REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan munculnya lagi ide untuk mengembalikan pilkada melalui DPRD dari politikus di DPR merupakan bentuk ketidaksanggupan partai politik (parpol) dalam membina kader-kadernya bersaing secara terbuka dengan mekanisme pemilihan langsung. Saat ini yang menjadi tren di masyarakat, kata Feri, adalah munculnya figur calon pemimpin dari luar parpol yang lebih dicintai rakyat.
Sehingga, terjadi kecemburuan dari kader parpol kepada figur nonparpol yang diberi karpet merah oleh partainya untuk maju di Pilkada.
"Parpol tak sanggup membina kader untuk bersaing dengan baik. Sehingga muncul kader-kader lain yang lebih dicintai rakyat. Kecemburuan kader partai kepada orang nonpartai karena partainya membentangkan karpet merah kepada orang luar untuk didorong," kata Feri di MMD Initiative di Jalan Kramat, Jakarta Pusat, Kamis (18/4).
Feri sendiri berpendapat untuk mendukung pilkada tetap dengan cara langsung oleh rakyat. Sebab, hal itu mewajibkan para calon harus berani menemui rakyatnya langsung pada masa kampanye. Kandidat harus mengambil hati rakyat yang akan jadi pemilih atau konatituennya.
Berbeda halnya, menurut Feri, kalau pilkada melalui DPRD, maka kandidat tak akan peduli dengan rakyatnya saat pemilihan. Karena, calon akan sibuk mendekati para elite partai dan anggota DPRD agar dirinya dipilih.