REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Tiga warga negara Amerika Serikat (AS) saat ini masih berada di dalam tahanan Korea Utara (Korut). Salah satunya dijatuhi hukuman 10 tahun kerja paksa pada 2015 karena tuduhan spionase.
Dua tahanan lainnya adalah pengajar studi akuntansi dan pertanian, yang mengajar di universitas sains dan teknologi terkemuka di Korut. Mereka ditangkap pada 2017 karena dicurigai melakukan tindakan permusuhan.
Ketiganya adalah pria keturunan Korea-Amerika yang memiliki nama keluarga yang sama, yaitu Kim, tetapi mereka tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Nasib mereka kini menjadi salah satu dari banyak prioritas yang akan dibahas Presiden AS Donald Trump saat bertemu dengan pemimpin Korut Kim Jong-un.
Sebelumnya, seorang warga negara Amerika bernama Otto F Warmbier diduga telah diperlakukan secara brutal dipenjara Korut. Warmbier meninggal pada Juni 2017 setelah 17 bulan berada di dalam tahanan dan dibebaskan. Orang tuanya mengatakan dia telah disiksa dan hasil pemeriksaan medis menemukan Warmbier telah menderita kerusakan otak.
Warmbier adalah lulusan Universitas Virginia yang divonis bersalah di Korut pada Maret 2016 karena mencoba mencuri poster propaganda. Ia kemudian dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa. "Disiksa di luar dugaan oleh Korea Utara," kata Trump pada September lalu.
Dalam konferensi pers pada Rabu (18/4), Trump mengakui adanya perlakuan kasar terhadap tiga tahanan AS lainnya dan dia menjanjikan sebuah tindakan serius. "Kami telah berbicara tentang mereka. Kami sedang bernegosiasi sekarang. Kami melakukan yang terbaik," kata dia.
Kami berjuang sangat keras untuk mendapatkan Otto Warmbier kembali. Dan ketika dia kembali, dia dalam kondisi yang sangat, sangat buruk. Itu adalah peristiwa yang sangat menyedihkan. Kami juga berjuang dengan sangat meras untuk mendapatkan kembali tiga warga negara Amerika lainnya. Saya pikir ada peluang bagus untuk melakukannya," papar Trump.
Seorang penasihat Gedung Putih, Matthew Pottinger, mengatakan ketiga warga Amerika itu menjadi prioritas Trump. Berikut identitas mereka, seperti dilaporkan laman New York Times.
1. Kim Hak-song
Kim Hak-song yang juga dikenal sebagai Jin Xue-song, ditangkap pada 6 Mei 2017. Dia bekerja di Universitas Sains dan Teknologi Pyongyang (PUST). Pihak universitas mengatakan dalam sebuah pernyataan, Kim tengah melakukan pekerjaan pengembangan pertanian di lahan penelitiannya dan ditangkap setelah melakukan perjalanan ke sana.
Menurut CNN, Kim yang merupakan etnis Korea dan lahir di Jilin, Cina, dekat perbatasan Korut, beremigrasi ke AS pada 1990-an. Setelah menjadi warga negara Amerika, Kim kembali ke Cina dan belajar pertanian di Yanbian sebelum akhirnya pindah ke Pyongyang.
2. Tony Kim
Tony Kim yang juga dikenal sebagai Kim Sang-duk, ditangkap pada 23 April 2017. Dia telah menghabiskan waktu satu bulan untuk mengajar akuntansi di PUST. Menurut pemimpin universitas, Park Chan-mo, Tony ditangkap saat hendak menaiki pesawat untuk meninggalkan Korut.
"Penyebab penangkapannya tidak diketahui, tetapi beberapa pejabat di PUST mengatakan kepada saya penangkapannya tidak terkait dengan pekerjaannya di PUST. Dia telah terlibat dengan beberapa kegiatan lain di luar PUST, seperti membantu panti asuhan," kata Park kepada Reuters.
Tony, yang berusia 50-an, sebelumnya mengajar di Universitas Sains dan Teknologi Yanbian, sebuah universitas yang berafiliasi dengan PUST di Provinsi Jilin, Cina, dekat perbatasan Korut. Dia baru-baru ini tinggal di Korut dengan istrinya, yang diyakini masih berada di negara itu.
Tony belajar akuntansi di Universitas California, Riverside, dan di Universitas Aurora. Ia pernah bekerja sebagai akuntan di AS selama lebih dari satu dekade.
3. Kim Dong-chul
Kim Dong-chul yang merupakan seorang pengusaha, dijatuhi hukuman 10 tahun kerja paksa pada April 2016 atas tuduhan memata-matai dan pelanggaran lainnya. Sebulan sebelum persidangannya, Kim muncul dalam sebuah konferensi pers yang diatur Pemerintah Korut di Pyongyang dan meminta maaf atas persekongkolannya dengan Korea Selatan (Korsel). Namun agen mata-mata Korsel telah membantah terlibat.
Kabar Kim tidak diketahui sampai Januari 2016, ketika pemerintah Korut membiarkan CNN mewawancarainya di Pyongyang. Pada saat itu, Kim mengidentifikasi dirinya sebagai warga negara Cina berusia 62 tahun yang tinggal di Fairfax.
Dia mengatakan dia pernah menjalankan usaha perdagangan dan perusahaan jasa hotel di Rason, zona ekonomi khusus di dekat perbatasan Korut dengan Cina dan Rusia. Menurutnya, dia ditangkap pada Oktober 2015 saat bertemu dengan seorang mantan tentara Korut untuk menerima data rahasia.