REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai pemilihan presiden (pilpres) 2019 cukup diikuti oleh dua pasangan calon. Emrus berpendapat memaksakan adanya tiga poros pada pilpres 2019 sebagai wacana kurang produktif karena hanya akan menyedot APBN lebih banyak lagi. Sebab, adanya tiga paslon mengharuskan pilpres berlangsung dua putaran.
"Menurut hemat saya, agar keinginan membentuk tiga paslon pada pilpres 2019, sebaiknya diurungkan, bila perlu dibatalkan dan tidak produktif diwacanakan," kata Emrus melalui keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Senin (23/4).
Saat ini dua nama capres yang sudah mulai menguat adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Jokowi didukung oleh PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PKB. Sementara itu, Prabowo didukung Gerindra dan PKS. Di samping itu, PAN dan Demokrat belum menentukan sikap.
Sebenarnya, kata Emrus, pembentukan poros ketiga belum sepenuhnya tertutup. Namun, pada kenyataannya, menurut dia, pemaksaan adanya poros ketiga dan membuat pilpres menjadi dua putaran terkesan mengakomodasi kepentingan partai tertentu.
Bila ada tiga paslon di pilpres, pemenang di putaran pertama tidak akan langsung menjadi presiden terpilih. Sebab, kekuatan dua poros sebelumnya diprediksi beda tipis sehingga sulit untuk memenangkan suara di atas 50 persen.
Jadi, nantinya pihak yang kalah akan merapatkan barisan para kadernya untuk mendukung salah satu paslon di putaran kedua. Dengan demikian, gerbong paslon ketiga ini nantinya bisa menjadi penentu kemenangan poros yang mereka dukung.
Emrus mencontohkan kejadian ini terjadi pada Pilkada DKI. Saat itu, Demokrat memaksakan diri untuk mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cagub. AHY tak dapat maju ke putaran kedua karena suaranya kalah jauh dibandingkan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan.
Pada putaran kedua itu, suara kubu AHY mengarah kepada Anies sehingga pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno mengalahkan Ahok-Djarot yang merupakan pemenang putaran pertama. Persoalan besar bila terjadi dua putaran karena ada tiga paslon. Pilpres dipastikan akan menyedot dana APBN yang luar biasa.
"Penyelenggaraan pilpres menjadi dua (putaran) kali merupakan pemborosan yang luar biasa hanya karena memenuhi keinginan politik beberapa partai tertentu," ujar Emrus.