Kamis 26 Apr 2018 11:19 WIB

Pelemahan Rupiah dan Akibat Susulannya

Pemanfaatan produk hedging atas utang valas oleh korporasi masih minim.

Pengunjung melakukan penukaran mata uang asing di jasa penukaran uang Ayu Masagung, Jakarta, Senin (23/4). Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (23/4), bergerak melemah 80 poin menjadi Rp13.943 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.863 per dolar AS.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Pengunjung melakukan penukaran mata uang asing di jasa penukaran uang Ayu Masagung, Jakarta, Senin (23/4). Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (23/4), bergerak melemah 80 poin menjadi Rp13.943 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.863 per dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Binti Sholikah, Idealisa Masyrafina

Bank Indonesia (BI) mendesak korporasi untuk melakukan hedging (lindung nilai) terhadap kebutuhan valuta asing (valas) di atas persyaratan minimal. Desakan tersebut disampaikan seiring tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS beberapa waktu belakangan.

Kepala Departemen Pendalaman Pas ar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan skema lindung nilai akan membantu stabilitas di pasar mata uang. Menurut dia, risiko volatilitas rupiah yang meningkat juga muncul karena banyak perusahaan membayar utang luar negeri dan mengalihkan dividen ke luar negeri.

Semua itu mendorong tingginya permintaan terhadap dolar AS. "Meskipun BI akan terus menjaga stabilitas mata uang, kami membutuhkan dukungan banyak pihak untuk mempertahankan ini melalui skema hedging," ujar Nanang seperti dikutip Reuters, Rabu (25/4).

Baca Juga: IHSG Ikut Tergerus

Baca Juga: Kemenkeu Masih Hitung Dampak Pelemahan Rupiah ke Utang

Ia menjelaskan, korporasi, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dapat memanfaatkan produk lindung nilai yang sudah beragam dan lebih murah saat ini seperti call spread. Namun, jumlah korporasi yang memanfaatkan call spread masih minim.

"Saat ini baru 13 korporasi yang memanfaatkan transaksi call spread," kata Nanang tanpa menyebutkan entitas 13 korporasi itu.

Call spread merupakan jasa lindung nilai dari perbankan kepada korporasi yang memiliki liabilitas atau kewajiban valas agar terhindarkan dari kerugian yang disebabkan volatilitas kurs. Biaya lindung nilai call spread diklaim lebih murah saat ini, yaitu di kisaran 2,5 persen.

Biaya tersebut lebih murah karena perbankan domestik sudah menyediakan fasilitas call spread. Bank domestik yang sudah menyediakan call spread antara lain adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, HSBC, Maybank Indonesia, Standard Chartered, CIMB Niaga, Bank of Tokyo Mitsubishi, ANZ, dan UOB.

Lebih lanjut, Nanang menjelaskan, apabila korporasi aktif melakukan lindung nilai, permintaan valas korporasi tidak akan membebani pasokan dan suplai valas di pasar, yang selama ini menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah. BI juga meminta korporasi menjadikan risiko pasar atau risiko kurs menjadi bagian pengelolaan risiko korporasi yang berkelanjutan sehingga dapat lebih siap ketika tekanan ekonomi eksternal semakin kencang.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank, perusahaan diharuskan melakukan lindung nilai minimal 25 persen dari liabilitas mereka dalam valas sekitar 3-6 bulan sebelum jatuh tempo.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan sejak akhir pekan lalu. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate di Bank Indonesia, nilai tukar rupiah pada Rabu berada di level Rp 13.888 per dolar AS atau menguat tipis dari Rp 13.900 per dolar AS sehari sebelumnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement