REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen Ridlwan Habib mengatakan, pihak intelijen asing tidak suka dengan pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang menciptakan suasana bangsa menjadi sejuk. Sebelumnya, Presiden Jokowi bertemu dengan PA 212 untuk mendengarkan saran dari para tokoh ulama tersebut, sekaligus menciptakan suasana sejuk menjelang pilkada, pileg, dan pilpres.
"Yang paling tidak suka dengan pertemuan itu adalah intelijen asing. Mereka tidak suka Indonesia rukun dan damai," kata Ridlwan di Jakarta, Jumat (27/4).
Menurut Ridlwan, ada indikasi operasi intelijen asing yang berusaha membuat pilpres keruh dan penuh pertikaian. "Pak Jokowi akrab dengan ulama 212, suasana jadi sejuk, tapi ada pihak-pihak yang tidak suka dengan Indonesia yang damai," kata dia.
Ridlwan menyebut operasi intelijen itu sebagai foreign black propaganda operation, yang menginginkan situasi pilpres kacau sehingga rezim Jokowi kalah. "Salah satu sebabnya karena selama Jokowi menjabat, kepentingan asing yang melakukan operasi hitam ini sangat dirugikan," kata Ridlwan.
Alumni S-2 Kajian Intelijen UI itu menyebut, operasi intelijen asing itu melibatkan dunia siber atau media sosial (medsos) dan secara terus-menerus melakukan provokasi dan adu domba. Indikasinya adalah adanya upaya keras membenturkan antarkelompok politik dengan cara meniupkan isu di medsos dengan akun anonim.
Selain itu, intelijen asing ini juga menggunakan portal-portal berita tidak jelas yang memiliki alamat internet protocol (IP) address yang disamarkan atau berada di luar negeri. Metode yang dilakukan intelijen asing ini, kata dia, antara lain, menggunakan teknik disinformasi, yakni melempar isu hoaks.
Sehingga publik terpengaruh dan kemudian kelompok ini menghilangkan jejak. Langkah itu diulang secara terus-menerus. "Banyak masyarakat awam yang terpancing tanpa sadar. Apalagi mereka juga melibatkan aset-aset orang Indonesia yang beroperasi dengan grup Whatsapp," kata Ridlwan.
Dia mengatakan, selain tidak suka dengan kerukunan antarkelompok, operasi intelijen asing ini juga menggunakan sentimen ras yang masif. "Cek di medsos, video-video tentang tenaga kerja asing lama, tiba-tiba muncul lagi dan disebarkan oleh akun anonim," katanya.
Ridlwan meyakini aparat kontra intelijen Indonesia sudah melakukan antisipasi menghadapi serangan itu. Namun, upaya aparat perlu mendapat dukungan masyarakat luas.
"Sebelum menyebarkan informasi, cek ulang sumbernya dan berhati-hati jika menyangkut SARA. Saya yakin operasi intelijen asing ini akan gagal dan Indonesia dapat mengikuti pemilu dengan baik, aman, dan damai," ujar dia.