REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) Setya Novanto (Setnov) mengungkapkan alasan pihanya tidak mengajukan banding atas vonis majelis hakim. Selanjutnya Setnov akan memantau proses hukum tersangka-tersangka lain dalam kasus ini.
"Ini untuk menjernihkan suasana sosial yang hiruk-pikuk sejak saya menjadi tersangka. Maka memang sebaiknya saya cooling down dulu," ujar Setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/5).
Dalam kesempatan itu, Setnov menjelaskan setelah 30 April 2018 lalu, dia berkonsultasi dengan keluarga dan penasihat hukumnya terkait langkah yang akan diambil ke depan. Dengan segala pertimbangan yang ada, pihaknya sepakat untuk tidak melakukan banding atas putusan hakim.
"Meskipun saya mempunyai hak untuk banding dan juga ke MA (Mahkamah Agung)," ujar mantan Ketua DPR RI itu.
Setelah memutuskan untuk tak mengajukan banding, mantan Ketua Umum Golkar itu mengatakan akan mengikuti perkembangan perkara dugaan korupsi KTP-el. Ia akan memantau proses hukum tersangka-tersangka lain dari kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu.
"Mulai dari Anang, saudara Oka dan juga Putranto. Tentu nanti akan kita lihat perkembangan dan tentu akan terjadi tersangka-tersangka lain selain dari pada itu," jelasnya.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Setnov yang menjadi terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Setnov dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun denda Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan pidana selama tiga bulan," ujar ketua majelis hakim Yanto di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Senin (24/4).
(Baca: KPK Tidak Ajukan Banding Terhadap Vonis Setnov)
Majelis hakim menilai semua unsur pasal tindak pidana korupsi telah terpenuhi, yakni merugikan negara dan memperkaya diri sendiri dengan mendapatkan komisi fee dari proyek KTP-el dan menyalahgunakan wewenang karena jabatan atau kedudukan. Setnov dinilai menggunakan kewenangan atau jabatan untuk tujuan lain demi menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Vonis hukum kepada Setnov ini satu tahun lebih ringan dari dakwaan JPU sebelumnya. Namun, majelis hakim tetap mewajibkan Novanto membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima yaitu 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan Setnov ke KPK. Selain itu, Novanto juga dikenakan hukuman tambahan, yakni hak politik dicabut dan tidak bisa lagi menduduki jabatan publik selama lima tahun.