REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Politisi Partai Demokrat, Andi Arief, mengatakan Tagar dan kaos #2019gantipresiden kurang tepat kalau dihadapi Brimob dan harus beri keleluasaan serta biarkan mengalir. Sebab, kalau sampai diintimidaai bisa tagar itu berubah menjadi #gantipeesidensekarang.
“Setelah pendaftaran pilpres Aguatus nantu, toh tagar #2019gantipresiden tak akan terelakkan dalam situasi bipolar atau bahkan tripolar sekalipun. Belum tentu jadi kenyataan,’’ kata Andi Arief, kepada Republika.co.id (6/5).
Menurut Andi, Tagar #2019gantipresiden itu memang menggambarkan loyal voters. Namun bukan berarti tidak menghasilkan loyal voters #jokowi2periode. “Jangan terlalu baper nanti jadi koper (korban perasaan). Ini karena kalau tagar dan gerakan #2019gantipresiden diberi keleluasaan sepanjang aturan maka tidak ada alasan untuk tidak menerima jika hasilnya nanti #jokowi2peeiode.Apa yang disimpulkan dan dirasakan rakyat pada april 2019 dari aoal hukum, ekonomi, politik serta pandangan tentang Jokowi yang akhirnya yang akan menentukan tagar mana yang menang. Jadi biasa saja menyikapi adanya berbagai tagar itu.”
Ditegaskan Andi, design politik pilpres berbarengan dengan syarat 20 persen suara pemilu 2014 adalah biang keladi suasana bipolar dan perang tagar. Konsekuensi bagi siapa menabur angin angin menuai badai.
‘’Dengan demikian Jokowi dan partai pendukung syarat 20 persen dari hasil pemilu 2014 harus siap menghadapi gerakan-gerakan konstituaional dari maya sampai jalanan. Karena secara tidak sadar mengkutubkan Islam dan naaionalis. Bagi yang belajar ilmu politik tentu paham bahwa dibalik bipolarisasi ini Jokowi dan PDIP memanen 13 persen suara non muslim menjadi loyal voters. Tapi tidak memikirkan dampak hebatnya yang membahayakan persatuan,’’ tegasnya.
Bukan hanya itu, lanjut Andi, seandainya saja memilih ‘politik waras’ di mana seriap parpol peserta pemilu tanpa syarat dapat mengajukan capresnya, keadaan tidak sepanas ini. Tidak akan ada kanalisasi dalam isu bipolar. Akibatnya lagi, rakyat bawah kehilangan program pro rakyat, kelas menengah mulai terjerembab isu agama dan nasionalis, sementara situasi ekonomi dalam cobaan berat. Dan mudah-mudahan an tidak meledak bersamaan.
“Kunci indonesia damai dalam peraatuan yang alamiah adalah design politik yang membuka semua multi untuk bisa mendapatkan saluran. Model kediktatoran parlemen ala zaman Jokowi telah merusak harmoni multi. Kanal yang kecil tak mungkin menampung air dalam volume besar. Banjir kiriman bogor saja harua dibuat banjir kanal timur. Ah sudahlah, kopeh kata setya novanto,’’ ujar Andi Arief.