REPUBLIKA.CO.ID, VAXJO -- Pada Jumat pekan lalu di kota Vxj, Swedia selatan jadi sedikit berbeda. Sekarang, suara adzan dapat berkumandang dari masjid-masjid setempat khusus untuk panggilan shalat Jumat.
"Rasanya senang mengetahui bahwa Anda dapat mengandalkan proses demokrasi masyarakat," kata Juru bicara komunitas Muslim setempat, Avdi Islami kepada surat kabar Dagen.
Kebijakan ini merupakan hasil terbaru dari upaya komunitas menetapkan panggilan adzan. Islami menegaskan bahwa mereka tidak pernah berniat untuk mengganggu siapa pun.
Komunitas Muslim mengajukan izin adzan pada dewan hingga akhirnya dewan memberikan lampu hijau. Tetapi, untuk memastikan tidak mengganggu penduduk setempat, dewan mengajukan beberapa aturan.
Sebagai contoh, suara tidak boleh lebih keras dari 110 desibel jika terdengar dari luar. Atau 45 desibel jika didengar dari dalam. Menurut surat kabar lokal, ini bukan pertama kalinya sebuah masjid di Swedia telah diberikan izin untuk mengumandangkan adzan.
Sebuah masjid di daerah pinggiran Stockholm, Botkyrka, sudah menerapkannya setiap hari Jumat. Adzab disesuaikan dengan hukum di daerah tersebut. Izinnya baru saja diperbarui dan dewan mengatakan tidak menerima keluhan.
Ada juga masjid di Karlskrona yang telah mengumandangkan adzan sejak lama. Namun, izin adzan di masjid Vxj menjadi topik hangat di seluruh Swedia. Paling tidak karena pemilihan umum sedang memanas.
Pemimpin Partai Demokrat Kristen mengatakan setelah mempelajari rencana Masjid Vxj ia menginstruksikan politisi lokal untuk menentangnya. Komunitas Yahudi Swedia juga memicu perdebatan dengan membandingkan keluhan tentang masjid dengan cara mereka memperlakukan Yahudi di Swedia pada 1700-an.
Saat itu, imigran Yahudi banyak ditolak karena dinilai membawa ketidakstabilan. Namun, komunitas Muslim bersikeras bahwa panggilan untuk berdoa sama seperti bagian lain dari masyarakat yang harus diterima.
Islami mengatakan dalam bermasyarakat, kita harus menerima pesan yang berbeda. "Sebagai contoh, saya alergi terhadap anjing, tetapi saya harus menerima bahwa mereka ada di masyarakat. Dan itu sama dengan agama. Pilihan lainnya adalah mengisolasi diri sendiri karena takut terpengaruh," katanya.