REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Sebuah masjid di ibu kota Swedia, Stockholm, menjadi sasaran serangan Islamofobia pada Jumat lalu. Sebuah salinan Alquran dihancurkan kemudian digantung dengan rantai di dekat pintu masuk masjid.
Dilansir dari Siasat, Kamis (8/12), pengurus masjid mengungkapkan bahwa masjid Stockholm dan para pengunjungnya terus-menerus menerima ancaman dari kaum rasis. Karena itu, serangan terhadap salinan Alquran kemudian dipublikasikan melalui akun media sosial masjid.
Dengan mempublikasikan gambar dan informasi tentang serangan itu, pengurus masjid berharap kejadian ini bisa menarik perhatian publik dan mencegah kejahatan rasial menjadi normal.
Masjid tersebut telah mengalami serangan Islamofobia sebelumnya, di mana grafiti dan tulisan anti-Islam dicat di pintunya.
Pada 2020 lalu, demonstrasi besar terjadi di Mamo, Swedia menentang pembakaran Alquran. Ini setelah pemimpin kelompok sayap kanan Stram Kurs (Garis Keras) Rasmus Paludan membakar salinan kitab suci umat Islam di kota Linkoping selatan Swedia. Dia juga mengancam akan membakar salinan Alquran selama demonstrasi lebih lanjut.
Turki, Arab Saudi, dan sejumlah negara dan organisasi Arab dan Muslim telah mengutuk pembakaran Quran. Mereka menyebut tindakan itu sebagai provokasi dan hasutan terhadap Muslim.
Beberapa negara bahkan memanggil Duta Besar Swedia untuk menyampaikan protes. Seperti Uni Emirat Arab (UEA) yang memanggil Duta Besar Swedia untuk negara itu, Liselott Andersson, untuk memprotes pembakaran salinan Alquran oleh oknum ekstremis di negara Nordik itu. Menteri Negara Kerja Sama Internasional Reem Al-Hashimy menegaskan penolakan UEA terhadap semua praktik yang menyinggung agama.
Jumlah Muslim di Swedia diperkirakan mencapai 810 ribu orang atau sekitar 8,1 persen dari total populasi pada 2016. Jumlah Muslim diprediksi melonjak sampai 1,1 juta orang atau 11,1 persen dari populasi pada 2050 dalam skenario minimal imigran.
Sedangkan dalam skenario maksimal imigran, jumlah Muslim diprediksi sebanyak 4,4 juta atau 30,6 persen total populasi. Data ini merupakan hasil kalkulasi lembaga riset Pew yang mengkaji pertumbuhan Muslim di Eropa. Sedangkan data resmi jumlah Muslim dari pemerintah Swedia justru tidak ada.
Sumber: siasat