REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengakui bahwa Rumah Tahanan (rutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tidak layak untuk menampung narapidana terorisme (napiter). Kapolri mengatakan rutan tersebut sebenarnya dibuat memang bukan untuk narapidana terorisme.
"Evaluasi kami memang Rutan Mako Brimob tidak layak jadi rutan teroris. Kenapa? karena bukan maximum security," ujar Tito di Depok, Kamis (10/5).
Kapolri mengungkapkan, rutan tersebut sebenarnya dibuat untuk menampung penegak hukum, di antaranya polisi, hakim, dan jaksa, yang terlibat tindak pidana. "Karena mereka ini kan tangkap penjahat, kalau kemudian melakukan pidana dan ditempatkan sama dengan yang lain nantinya mereka bisa jadi korban," katanya.
Rutan Mako Brimob, kata dia, mulai dilirik untuk tahanan terorisme karena tempatnya yang berada di dalam kompleks Markas Brimob, sehingga diharapkan akan aman. "Namun, ada dinamika tentunya. Walaupun aman karena berada di dalam Markas Brimob, tahanan terkurung dan tidak bisa kemana-mana, tapi di dalam rutan tidak didesain untuk narapidana terorisme," tutur dia.
Ia juga mengakui bahwa rutan tersebut kelebihan kapasitas, tercatat ada 155 tahanan di dalamnya. Padahal seharusnya hanya diisi 64 orang, hingga maksimal bisa menampung 90 orang saja.
Terkait dengan itu, ia berencana menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani guna membahas tentang adanya kemungkinan membangun rutan yang layak untuk narapidana kasus terorisme.
Selain itu, Kapolri mengakui adanya titik kelemahan dalam pengamanan senjata sehingga terjadi perampasan oleh napi terorisme dalam insiden penyanderaan di Mako Brimob. Insiden ini menyebabkan lima anggota Polri tewas.
Tito menjelaskan, lima anggota tersebut bukanlah tim penindak atau pemukul. Lima anggota ini adalah tim pemberkasan yang bertugas melakukan pemberkasan napi terorisme untuk dipersiapkan menuju persidangan. Pemberkasan dilakukan di sebuah ruangan di Mako Brimob dimana senjata sitaan dari para napiter juga disimpan.
"Tapi mereka juga punya senjata perorangan, itu yang dirampas. Disamping itu ada juga barang bukti senjata yang ditaruh di situ untuk ditunjukkan kepada tersangka, itu juga yang dirampas. Selama ini mungkin dianggap enggak ada masalah, sehingga dilaksanakan, itu sebetulnya ada kelemahan, itu yang dirampas senjata itu," kata Tito di Mako Brimob Kelapa Dua, Kamis (10/5) petang.
(Baca juga: DPR Minta Pengamanan Terhadap Napi Terorisme Diperketat)
Sebelumnya, kerusuhan terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, pada Selasa (8/5) malam, sekitar pukul 20.20 WIB. Keributan tersebut bermula dari penolakan pihak keluarga narapidana terorisme saat polisi hendak memeriksa makanan yang dibawa.
Para tahanan teroris itu sempat menguasai enam senjata rampasan, bahkan tahanan menyandera enam anggota Brimob namun hanya satu yang masih hidup. Bahkan, ada 130 tahanan teroris yang sempat bertahan. Akibat insiden itu, lima anggota polisi gugur dan seorang narapidana teroris (napiter) tewas. Sedangkan seorang anggota polisi lain sempat dijadikan sandera, hingga akhirnya dibebaskan setelah proses negosiasi yang panjang.
Polisi akhirnya menghentikan operasi di Rutan Mako Brimob pada Kamis (10/5) pukul 07.15 WIB. Operasi tersebut terkait peristiwa penyanderaan sejumlah anggota polisi di Rutan Cabang Salemba yang sudah dilakukan sejak Selasa (8/5).