REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, Yusril Izha Mahendra, menyatakan kliennya siap menjalani persidangan. Syafruddin merupakan tersangka dugaan korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada pemilik Bank BDNI Sjamsul Nursalim.
Persidangan Syafruddin Temenggung dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Tipikor DKI Jakarta pada Senin (14/5). Yusril menuturkan akan meminta waktu sepekan mempelajari surat dakwaan JPU untuk mengajukan tanggapan (eksepsi) kliennya.
"Agenda pertama mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum dan setelah itu kami akan pelajari dan dalami surat dakwaan," katanya di Jakarta, Sabtu (12/5).
Sidang tindak pidana Syafruddin akan berjalan bersamaan dengan sidang perkara perdata gugatan Syafruddin terhadap tergugat I yakni Menteri Keuangan RI dan tergugat II adalah PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Syafruddin menyatakan tetap berpegang terhadap hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2006 yang menyatakan SKL layak diberikan kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim karena telah menyelesaikan seluruh kewajiban.
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung bersiap meninggalkan ruangan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta. (Antara/Hafidz Mubarak A)
Dalam jawaban gugatan, Kementerian Keuangan RI mnyatakan hasil Pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham BPK RI Nomor 34G/XII/11/2006 tertanggal 30 November 2006 menegaskan BPK RI berpendapat SKL yang diberikan kepada pemegang saham pengendali (PSP) PT BDNI layak untuk diberikan. Hal itu karena PSP PT BDNI telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahannya, serta telah sesuai dengan kebijakan pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002.
Kementerian Keuangan RI dalam jawaban gugatan juga menegaskan rangkaian kebijakan untuk mengatasi krisis termasuk kebijakan BLBI, program PKPS, telah mengalami proses politik saat itu. Selain itu, mendapat landasan hukum yang sah, yaitu UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas dan TAP MPR Nomor X Tahun 2001.
Kemudian sesuai TAP MPR Nomor VI Tahun 2002 dan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada Debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.