REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN) Drajad Wibowo menilai kedua undang-undang terkait terorisme, yaitu Pasal 26 dari UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme UU 17/2011 tentang Intelijen Negara sudah tepat. Menurut dia, adanya UU tersebut bukan alasan aparat tidak menindak teroris sejak awal.
"Jika seseorang belajar atau berlatih menggunakan senjata api atau bom berkaitan terorisme, dia sudah bisa dijerat dengan UU di atas. Demikian juga jika dia mengajak orang lain melakukan kekerasan yang sesuai dengan pengertian terorisme," kata Drajad dalam keterangan tertulis, Senin (14/5).
Oleh karena itu, ia tidak sependapat dengan pernyataan RUU Antiterorisme yang belum disahkan sehingga kewenangan tidak cukup. Menurut Drajad, kewenangan yang ada relatif sudah memadai.
Akan tetapi, ia melanjutkan, memang ada kendala waktu terkait menggali data intelijen. Apalagi, jaringan teroris ini super hati-hati di dalam berkomunikasi. Sehingga, menurut dia, waktu menjadi variabel yang sangat krusial.
"Menyalahkan lembaga tertentu seperti BIN dan BNPT sama sekali tidak bermanfaat. Itu mungkin karena mereka tidak paham tentang pengaturan antarlembaga dalam menangani tipiter," kata Drajad menegaskan.
Menurut dia, hal yang perlu dibenahi adalah suprastruktur yang mengatur koordinasi antarlembaga. Salah satu tujuannya agar koordinasi antara TNI, Polri, BIN, BNPT, pengadilan, dan lainnya menjadi lebih baik.
"Sehingga, deteksi dini dan cegah dini berjalan lebih efektif. Ini kuncinya," kata dia menambahkan.