REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga ledakan bom yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, memunculkan fenomena mengejutkan, yakni pelaku adalah perempuan dan anak. Oleh karenanya, lembaga-lembaga perempuan dan anak ikut angkat bicara terkait fenomena ini.
Ketua Indonesia Child Protection Watch (ICPW), Erlinda, mengatakan fenomena itu dapat ditinjau dari aspek sosial. Ia mengatakan, ICPW dan Pemerhati Anak yang di dalamnya melibatkan Kemensos, Kementerian PPPA, KPAI, P2TP2A dan praktisi Psikolog, akan memberikan penguatan pada Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
"Aksi teror bom yang terjadi di Kota Surabaya menjadi keresahan masyarakat Indonesia dan internasional. Fenomena yang mengejutkan adalah pelibatan keluarga, perempuan dan anak dalam aksi sadis tersebut," ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (15/5).
Penguatan bersama Polri, akan dilakukan melalui pendekatan pada pelaku anak yang dilibatkan pada aksi terorisme oleh orang tua mereka. Karena anak tersebut sebenarnya merupakan korban dari orang tua dan lingkungan.
Erlinda mengatakan, ICPW dan Pemerhati Anak akan melakukan analisa dan profiling terhadap fenomena pelibatan perempuan, anak dan keluarga. Hasil analisanya akan diberikan pada pemerintah dan lembaga terkait, sebagai rekomendasi untuk pencegahan dan deteksi dini pada aksi teror. Karena apa yang dilakukan oleh teroris sangat teroganisir baik di Indonesia dan internasional.
"Dugaan adanya regenerasi dan pengkaderan oleh kelompok radikalisme menjadi warning dan awarness pada seluruh elemen bangsa karena akan mengancam stabilitas, ideologi dan keutuhan NKRI. Semua pihak harus segera berupaya untuk meredam aksi teror agar tidak menjadi pemicu konflik seperti sosial, ekonomi, dan dijadikan alat pemecah belah persatuan," ujar mantan Komisioner KPAI itu.
ICPW menyarankan pemerintah melakukan pendampingan. Pendampingan dilakukan mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, kepada para warga yang di deportasi dari negara-negara yang diduga pendukung ISIS. Mereka di deportasi dan ditempatkan sementara pada shelter Kemensos.
"Sebaikanya warga yang di deportasi dari negara konflik ISIS, dilakukan pendampingan untuk di re-radikalisasi serta diberikan penguatan ekonomi, sosial dan spritual, termasuk wajib lapor pada polisi, ini semua dilakukan pada aspek pencegahan," ujar Wakil Sekjen Syarikat Islam Bidang Politik itu.