REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menyatakan untuk saat ini tidak berani memakamkan jenazah terduga teroris di Surabaya. Karena itu, dia menunggu fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pemakaman jenazah terduga teroris tersebut.
Alasan Risma belum berani memakamkan jenazah itu karena di Surabaya ada keluarga korban dari peledakan bom tersebut. "Kalau sekarang saya tidak berani. Gimana dimakamkan, di sana ada keluarganya yang korban," kata Risma setelah mengumpulkan guru agama se-Surabaya di Convention Hall Surabaya, Jumat (18/5).
Karena itu, dia masih menunggu fatwa dari MUI terkait sejumlah jenazah terduga teroris. Mereka hendak dimakamkan di Surabaya, tetapi sejumlah warga menolak pemakamannya.
"Kemarin Kamis (17/5) habis Maghrib, saya ditelepon Pak Kapolrestabes Surabaya. Dia menanyakan soal jenazah itu. Saya katakan tidak berani dimakamkan di Surabaya karena gesekannya besar, ada penolakan warga," kata Risma.
"Saya bilang ke Pak Kapolres bahwa saya sudah buat surat ke MUI. Kami lagi menunggu fatwa MUI. Kalau fatwa MUI membolehkan maka kami harus jelaskan kepada masyarakat," kata Risma menambahkan.
Menurut dia, pihaknya telah mendengar kabar ada sejumlah warga di sekitar Makam Putat Gede, Jarak, Sawahan, Surabaya, menolak rencana pemakaman jenazah terduga teroris di tempat pemakaman umum setempat.
Bahkan, warga Putat Jaya tersebut datang ke makam dan kembali menutup lubang pemakaman yang sudah digali. Awalnya, lubang makam itu untuk mengubur jenazah terduga teroris Dita Suprianto, kepala keluarga pengeboman di GKI Diponegoro; Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel; dan GPPS, Jalan Arjuno, Ahad (13/5).
Dita bersama istri dan empat anaknya yang juga meninggal diduga akibat bunuh diri sebelumnya tinggal di Wisma Indah Blok K-22, Wonorejo, Rungkut, Surabaya.
Baca: Ikadi: Jenazah Terduga Teroris Tetap Harus Diurus
Sebanyak 13 jenazah pelaku teror masih berada di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur. Polisi memberikan waktu tujuh hari kepada keluarga pelaku untuk segera mengambil jasad keluarganya.
"Kami beri waktu tujuh hari (kepada keluarga pelaku)," ujar Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera, Kamis (17/5).
Hal ini Frans sampaikan menanggapi belum adanya keluarga korban yang mau mengakui jenazah para pelaku teroris tersebut. Menurut dia, jika sampai tujuh hari belum juga ada pihak keluarga yang mengurus jenazah para pelaku teror, jenazah akan diserahkan kepada pemerintah daerah.
"Kalau tidak ada yang datang tujuh hari lagi, kita akan ambil keputusan sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku," katanya.
Baca: Tinjauan Sosiologis Penyebab Warga Menolak Jenazah Teroris