REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi memperkirakan perilaku Gunung Merapi hampir sama dengan perilaku gunung tersebut pascaletusan besar pada 1872. Perilaku dimaksud, yakni mengalami banyak letusan freatik dalam beberapa hari terakhir.
"Kondisi saat ini mirip dengan kondisi pascaletusan besar 1872 dan letusan besar sekitar 1930. Terakhir, Gunung Merapi mengalami letusan besar pada 2010," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso di Yogyakarta, Rabu (23/5).
Menurut dia, letusan besar yang terjadi pada 2010 menyebabkan terbentuknya kawah yang cukup dalam di puncak gunung sehingga tidak ada lagi sumbat lava atau sumbat tergolong lemah. Hal ini terlihat dari morfologi puncak yang tidak lagi runcing.
Kondisi tersebut, lanjut dia, memungkinkan adanya pelepasan gas. Kemudian, ini muncul sebagai letusan freatik seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Anggota SAR DIY memantau puncak Gunung Merapi dari pos pantau Klangon di Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (23/5). Pasca letusan freatik pada pukul 13.49 WIB dengan durasi dua menit tim SAR melakukan pemantauan langsung puncak Gunung Merapi agar masyarakat tetap merasa aman. (Antara)
Pada Rabu (23/5) hingga pukul 20.00 WIB, terjadi dua kali letusan freatik. Yakni, pukul 03.31 WIB yang terjadi selama empat menit dengan ketinggian kolom letusan 2.000 meter dan pukul 13.49 WIB yang terjadi selama dua menit, tetapi ketinggian kolom tidak terlihat karena kabut.
Meskipun demikian, BPPTKG mengalami kesulitan jika harus membandingkan data parameter pascaletusan besar 1872 dengan 2010. Sebab, sekitar 1,5 abad yang lalu data pemantauan Gunung Merapi masih minim dan tidak secanggih peralatan pemantauan seperti sekarang.
Kendati demikian, Gunung Merapi yang mengalami banyak letusan freatik saat ini tidak sama dengan kondisi sebelum letusan pada 2006 dan 2010. Saat itu, tidak ada letusan freatik, tetapi langsung terjadi letusan vulkanik.
Salah satu indikator yang menunjukkan aktivitas vulkanik terlihat dari peningkatan intensitas gempa vulkano tektonik. Ada puluhan gempa per hari saat Merapi berada dalam status waspada.
Seorang petani membersihkan tanaman sayuran dari abu vulkanis Gunung Merapi di persawahan Desa Dukun, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (23/5). (Antara)
Saat ini, menurut Agus, gempa vulkano tektonik tidak terlalu banyak. Bahkan sepanjang Rabu (23/5) hanya ada satu kali gempa vulkano tektonik.
"Jadi, belum cukup untuk bisa menyimpulkan adanya pergerakan magma," katanya.
Namun, BPPTKG kembali mengingatkan agar masyarakat tetap tenang sekaligus waspada. Kewaspadaan dengan tidak melakukan aktivitas apapun di dalam radius tiga kilometer dari puncak karena status Gunung Merapi masih tetap waspada.
Dampak dari letusan yang terjadi pada Rabu (23/5) adalah hujan abu di Kawasan Rawan Bencana II dan III. Terutama, di Kabupaten Magelang yaitu di Desa Keningar, Sumber, Dukun, Kalibening dengan jangkauan abu hingga 25 kilometer atau sampai di wilayah Borobudur.