REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Debbie Sutrisno, Fauziah Mursid
JAKARTA -- Disahkannya revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memastikan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Pemerintah langsung bergerak mengagendakan penyusunan regulasi-regulasi terkait hal tersebut.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, peraturan presiden (perpres) yang akan mengatur pelibatan TNI nantinya bersifat teknis. “Itu saja (teknisnya), baik dengan pendekatan yang lunak maupun pendekatan yang keras, dengan soft approach maupun hard approach. Itu saja,” kata Presiden di Kuningan, Jawa Barat, kemarin.
Sementara, menurut Jokowi, soal pelibatan TNI yang diatur dalam revisi UU Antiterorisme sudah tak perlu dipersoalkan.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengungkapkan, TNI akan merumuskan draf perpres tentang keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. "Nanti dalam peraturan presiden drafnya kita yang bikin ya. Kita semua mengacu pada UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, tapi khusus pada OMSP (operasi militer selain perang) pada tindakan mengatasi tindakan terorisme," ujar Hadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5) malam.
Menurut Hadi, pihaknya akan menyusun mekanisme pelibatan TNI mulai dari pencegahan, penindakan serta pemulihan terkait terorisme dalam operasi sendiri. Hadi menjanjikan hal itu tak meniadakan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai ujung tombak penanggulangan terorisme seperti yang tertera dalam revisi UU Antiterorisme.
Ia juga mengatakan, dalam situasi tersebut, peran TNI bukan sebagai perbantuan Polri. "Jadi, kita melihat kalau sudah ada tanda-tanda mengarah kepada serangan, itu kita sudah mulai bertindak," ujarnya.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, perpres itu rencananya dibahas setelah Lebaran tahun ini. Dalam pembahasan tersebut, pemerintah akan melibatkan beberapa pemangku kepentingan, seperti Kementerian Pertahanan, Kemenko Polhukam, TNI, Polri, BNPT, dan lainnya untuk membahas perpres tersebut.