Rabu 30 May 2018 18:30 WIB

Seniman Desak KPI Cabut Aturan Larang Demiz Main Sinetron

Aturan KPI yang melarang peserta pilkada tampil di televisi sangat tidak jelas.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Acil Bimbo
Acil Bimbo

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Para Seniman Jawa Barat menilai aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait larangan penayangan peserta Pilkada di televisi tidak jelas dan sangat rancu. Para seniman pun, mendesak KPI untuk mencabut aturan tersebut. 

Menurut salah seorang tokoh seniman Jabar, Acil Bimbo, aturan KPI mengenai larangan peserta pilkada tampil di televisi tidak jelas dan berlebihan. Terlebih, aturan tersebut tidak dirumuskan terlebih dahulu dengan para stakeholder yang lainnya dengan jelas. 

Bahkan, KPI sendiri menerapkan aturan tersebut hanya berlandaskan pada aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penayangan iklan kampanye peserta Pilkada. "Bagi saya itu tidak bagus, tidak jelas aturannya, harusnya itu dirumuskan dulu dengan lainnya, bagaimana aturan yang harus diterapkan," ujar Acil, belum lama ini. 

Menurut Acil, aturan KPI tersebut tentunya akan merugikan banyak pihak. Terutama peserta Pilkada yang memiliki latar belakang seorang aktor. Seperti, Deddy Mizwar yang maju di Pilgub Jabar. 

"Aturan KPI itu tidak jelas bagaimana pasal pasalnya, sehingga membuat bingung," katanya.

Acil mencontohkan, pada kasus Deddy Mizwar, aturan tersebut tentunya akan membuatnya bingung. Tapi, sebetulnya aturan itu tidak tepat. "Karena itu adalah masalah profesi, sedangkan profesi itu diatur dengan aturan berbeda," katanya. 

Profesi seorang seniman, kata dia, tidak bisa diatur dengan sewenang-wenang. Kalau pun mau diatur, tentunya harus dibuat aturannya terlebih dulu dan dibahas dengan para stakeholder yang lainnya. Sehingga, aturannya jelas dan detil. 

"Gak bisa dong profesi itu diatur atur dengan aturan tidak jelas. Profesi itu bukan suatu kejahatan bukan juga sebuah pelanggaran," kata Acil. 

Dia mengatakan, kalau aturannya tak jelas maka bisa menghambat karir dan mata pencaharian para seniman lain dan ini bahaya. Oleh karena itu, pihaknya mendesak KPI untuk mencabut dan merevisi aturan larangan tersebut. Sehingga tidak merugikan para seniman yang bergerak dibidang tersebut. 

"KPI gak boleh menghalang-halangi profesi, pemerintah (KPI) di sini salah. Tolong dilihat lagi aturannya, aturan itu harus ditinjau ulang. Gak bisa begitu, walaupun sedang menjalankan pilkada," katanya. 

Hal senada pun diungkapkan Ketua 2 komunitas Pengamen Jalanan (KPJ) Jawa Barat, Ulli. Menurut Ulli, KPI tidak profesional dengan mengeluarkan aturan tersebut. Terlebih yang namanya profesi tidak bisa diatur dengan aturan yang tidak jelas.

"Masa profesi orang dihambat begitu. Sebagai seniman, saya melihat ini ada kepentingan, karena Pilkada jabar ini rasa Pilpres," kata Ulli seraya menilai ada pihak-pihak yang bermain dan berusaha menjegal Deddy Mizwar. 

Menurutnya, aturan KPI yang melarang peserta pilkada tampil di televisi sangat tidak jelas dan tidak profesional. Terlebih hingga saat ini pun banyak anggota dewan yang tampil di televisi. 

"Kan banyak anggota dewan yang main film tiap sahur, seperti Eko Patrio kan figurnya sama, kenapa gak dilarang main di TV. Jangan hanya yang maju di gubernur saja, kan banyak anggota dewan juga yang main di TV," katanya. 

Ulli mengatakan, kalau mau melarang tayanngan, sebenarnya ada acara yang menyesatkan di TV. "Itu gak cocok, itu mengarah ke syirik. Mestinya itu dilarang, tapi mana gerakan KPI? Kan gak ada," katanya. 

Ulli berharap, KPI bisa profesional dan harus mau lihat kebawah.Terlebih saat ini banyak acara TV yang melanggar dan tidak cocok untuk ditayangkan. Bahkan acara tidak mendidik pun sangat banyak. 

"Mestinya KPI bertugas sesuai tupoksinya, sebagai pengawas tayangan di televisi, bukan malah menghambat profesi orang," tugasnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement