Sabtu 02 Jun 2018 08:43 WIB

AS Veto Resolusi PBB Soal Kekerasan Terhadap Palestina

AS menyalahkan Hamas atas kekerasan di perbatasan Gaza.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Reiny Dwinanda
 Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley (tengah), memveto resolusi yang diajukan Kuwait ke Dewan Keamanan PBB tentang perlindungan internasional untuk rakyat Palestina, di Markas Besar PBB, Jumat (1/6).
Foto: AP
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley (tengah), memveto resolusi yang diajukan Kuwait ke Dewan Keamanan PBB tentang perlindungan internasional untuk rakyat Palestina, di Markas Besar PBB, Jumat (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang diajukan Kuwait, dalam pemungutan suara pada Jumat (1/6). Resolusi itu mengecam kekerasan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza.

AS kemudian mengajukan resolusi kedua yang menyalahkan Hamas atas aksi kekerasan di perbatasan Gaza dan mendukung hak Israel untuk membela diri. Namun resolusi AS itu gagal mendapatkan dukungan negara lain di DK PBB yang beranggota 15 negara.

Prancis, Rusia, Cina, Pantai Gading, Kazakhstan, Bolivia, Peru, Swedia, dan Guinea Khatulistiwa memilih bergabung dengan Kuwait dalam pemungutan suara untuk mendukung rancangan resolusi pertama. Inggris, Belanda, Polandia, dan Ethiopia memilih abstain, dan hanya AS yang menentang.

Sementara itu, hanya AS yang mendukung rancangan resolusi kedua. Tiga negara menentang dan 11 lainnya abstain. Untuk bisa diadopsi, resolusi DK PBB perlu mendapatkan sembilan suara mendukung dan tidak ada veto oleh salah satu anggota tetapnya, yaitu AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina.

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan pemungutan suara yang mendukung resolusi AS menunjukkan, PBB hanya menyalahkan Israel dan tidak mau menyalahkan Hamas. "Sekarang benar-benar jelas bahwa PBB sangat bias terhadap Israel," kata Haley dalam sebuah pernyataan.

Sedikitnya 116 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel dalam aksi protes di perbatasan Gaza sejak 30 Maret lalu. Jumlah pembunuhan terbanyak terjadi pada 14 Mei, hari ketika AS memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem dari Tel Aviv.

Di tengah kecaman internasional atas penggunaan kekuatan mematikannya, Israel mengatakan banyak dari warga Palestina yang tewas adalah militan. Tentara Israel mengklaim hanya memukul mundur serangan di pagar perbatasan antara Israel dan Gaza.

Palestina dan pendukung mereka mengatakan sebagian besar pengunjuk rasa yang tewas adalah warga sipil tak bersenjata. Israel telah menggunakan kekerasan berlebihan terhadap mereka.

Selama bertahun-tahun, AS telah memveto sejumlah resolusi DK PBB yang mengecam Israel. Pada Desember lalu, AS memveto sebuah resolusi yang dirancang Mesir, yang menyerukan pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk membalikkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement