REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Perumus Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menyatakan tidak masalah pengaturan kejahatan dalam KUHP diatur juga dalam Undang-Undang tersendiri. Hal ini berlaku juga untuk masalah korupsi yang sudah diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam praktiknya selama ini, tidak pernah menimbulkan kebingungan," kata salah satu tim perumus RUU KUHP, Eddy Hiariej, dalam konferensi pers di gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (6/6).
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada itu menyatakan tim perumus sebenarnya mengatur tindak pidana pokok (core crime) tersebut di dalam KUHP nantinya. "Jadi, tidak mungkin ada spesialis kalau tidak ada generalis, jadi generalis-nya itu ada di dalam KUHP core crime-nya itu ada, lex specialis-nya itu Undang-Undang yang sudah ada," ucap Eddy.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang ada sekarang ini, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam UU itu, ada 30 perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
"30 perbuatan itu kalau diperas akan menjadi tujuh jenis, tujuh jenis itu kalau diperas, ya itu yang kita sebut dengan istilah 'core crime'. Jadi, inti dari korupsi itu sebetulnya adalah 'bribery' adalah suap menyuap," ungkap Eddy.
Namun, Eddy menegaskan, tidak ada satu pasal pun yang dicabut ataupun yang dibatalkan di dalam Undang-Undang Pemberantan Tindak Pidana Korupsi yang berlaku saat ini. Ia menyatakan tim perumus tidak mengotak-atik Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Mengapa bukan Undang-Undang KPK yang kami otak atik, karena Undang-Undang KPK itu berada dalam ranah hukum formil sementara KUHP itu ranahnya hukum materil jadi tidak ada sangkut pautnya," kara dia.
Infografis Alasan KPK Korupsi tak Masuk dalam KUHP.
Sebelumnya dalam kesempatan sama, Ketua Tim Perumus RUU KUHP Muladi menyatakan bahwa dalam RKUHP pada Pasal 729 juga menegaskan tindak pidana khusus tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga masing-masing. "Pasal 729 itu aturan peralihan yang menyatakan bahwa pada KUHP ini mulai berlaku nantinya ketentuan tentang tindak pidana khusus dalam UU ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam UU masing-masing, tidak akan menganggu dan mengurangi kewenangan KPK," kata Muladi.
Ia pun kembali menegaskan tidak ada maksud dari KUHP tersebut mengganggu kewenangan KPK karena telah diatur dalam Pasal 729 dalam RKUHP. "Saya ulangi pada saat KUHP ini mulai berlaku ketentuan tentang tindak pidana khusus tetap dilaksanakan berdasarkan kwenangan lembaga yang telah diatur di dalam Undang-Undang masing-masing ada KPK, BNN, PPATK, Komnas HAM, dan sebagainya," ujar Muladi.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo berjanji institusinya segera menyelesaikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU dan akan menjadi kado Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang.