REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis terdakwa kasus bom Thamrin, bom gereja oikumene di Samarinda, dan bom Kampung Melayu Aman Abdurrahman alias Oman pidana hukuman mati. Menurut Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Teddy Lhaksmana, hukuman mati Aman dipastikan tidak akan memicu kelompok teroris lainnya untuk beraksi.
"Saya kira tidak. Tapi tetap meningkatkan kewaspadaan, kewaspadaan setiap orang harus," ujar Teddy di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (22/6).
Teddy menegaskan, bahwa BIN dan aparat penegak hukum akan mengantisipasi gerakan terorisme. Hukuman mati yang dijatuhkan pada Aman juga dianggap tidak akan membuat kelompok lain melakukan serangan terorisme.
"Mudah-mudahan tidak, bisa diantisipasi. Masa keinginannya ribut melulu. Saya harus berikan jawaban yakin, tidak," tegasnya.
Vonis Aman diputuskan pada Jumat (22/6) oleh majelis hakim PN Jaksel. Putusan majelis hakim sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
In Picture: Hakim Jatuhkan Vonis Mati untuk Aman Abdurrahman.
Aman dinilai terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Lalu, dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Menyatakan terdakwa Aman Abdurrahman telah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Aman Abdurrahman dengan pidana mati," ujar ketua majelis hakim Ahmad Zaini di gedung PN Jakarta Selatan, Jumat (22/6).
Mendengar putusan itu, Aman, yang berada di kursi terdakwa, melakukan sujud syukur di depan kursi itu. Sontak aparat keamanan pun langsung menutupi Aman yang sedang duduk. Perlakuan ini sempat dilakukan protes oleh awak media.
Sebelumnya, pada agenda sidang pembacaan pleidoinya, Aman membantah adanya tuduhan keterlibatannya dengan aksi-aksi terorisme tersebut. Aman juga membantah dirinya melakukan kekerasan penyerangan anggota polisi di Bima dan penyerangan anggota polisi di Medan.
Dia hanya menyatakan, dirinya cuma mengajarkan konsep khilafah. Dia membantah pernah mengajarkan muridnya untuk beraksi meledakkan bom.