Kamis 28 Jun 2018 18:42 WIB

Jaksa Malaysia: Aisyah dan Huong Pembunuh Bayaran Terlatih

Aisyah dan Huong terancam hukuman mati jika terbukti membunuh Kim Jong-nam.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Reiny Dwinanda
 Siti Aisyah (kanan) dikawal polisi saat meninggalkan Pengadilan Tinggi Shah Alam, Malaysia, Kamis (28/6). Warga negara Indonesia itu bersama Doan Thi Huong menjadi terdakwa dalam kasus terbunuhnya saudara seayah Kim Jong-un, yakni Kim Jong-nam, dalam serangan racun agen syaraf VX.
Foto: AP Photo/Vincent Thian
Siti Aisyah (kanan) dikawal polisi saat meninggalkan Pengadilan Tinggi Shah Alam, Malaysia, Kamis (28/6). Warga negara Indonesia itu bersama Doan Thi Huong menjadi terdakwa dalam kasus terbunuhnya saudara seayah Kim Jong-un, yakni Kim Jong-nam, dalam serangan racun agen syaraf VX.

REPUBLIKA.CO.ID, SHAH ALAM -- Jaksa Wan Shaharuddin Wan Ladin di Pengadilan Tinggi Shah Alam, Malaysia, menuding Siti Aisyah dan Doan Thi Huong sebagai pembunuh bayaran terlatih. Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus terbunuhnya saudara seayah pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un, yaitu Kim Jong-nam.

Menurut Shaharuddin, klaim terdakwa bahwa mereka telah ditipu oleh agen Korut untuk mengikuti sebuah acara TV adalah sebuah alasan yang cerdik. Dia mengatakan, alibi itu diberikan untuk menutupi rencana jahat mereka guna mengecoh publik dan pengadilan.

"Jenis pembunuhan ini hanya dapat dilihat dalam film James Bond dan kedua perempuan itu tidak dipilih secara acak sebagai kambing hitam. Mereka tahu apa yang harus mereka lakukan dan mereka berhasil melakukannya," kata Shaharuddin dalam persidangan, Kamis (28/6).

"Tidak ada ruang untuk kegagalan. Hanya individu yang terpilih dan terlatih yang dapat menyukseskannya," ujar dia.

Siti Aisyah yang berasal dari Indonesia dan Doan Thi Huong yang berasal dari Vietnam akan menghadapi hukuman mati jika terbukti bersalah. Mereka telah menampik keterlibatannya dalam upaya pembunuhan Kim Jong-nam yang dilakukan di Bandara Internasional Kuala Lumpur 2 pada 13 Februari 2017 lalu.

photo
Warga Vietnam Doan Thi Huong (tengah) dikawal polisi setelah menghadiri sidang di Pengadilan Tinggi Shah Alam, Malaysia, Kamis (28/6). Bersama WNI Siti Aisyah, Huong menjadi terdakwa pembunuhan Kim Jong-nam, saudara seayah Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.


Kim meninggal dalam waktu dua jam setelah ia terpapar racun agen saraf VX yang disapukan ke wajahnya. Aisyah dan Huong telah ditahan, namun jaksa mengatakan mereka berkolusi dengan empat orang lainnya yang berasal dari Korut dan telah melarikan diri dari Malaysia di hari pembunuhan. Keempatnya belum tercokok.

Huong dan Aisyah masing-masing mengaku berprofesi sebagai seorang aktris dan tukang pijat. Shaharuddin menyatakan, mereka mungkin saja menjalani kehidupan dengan profesi ganda.

Dia menambahkan, Huong dan Aisyah itu tahu mereka harus menargetkan mata Kim dan buru-buru mencuci tangan setelah melakukan serangan. Seorang ahli telah memberi kesaksian bahwa mata adalah jalur masuk terbaik bagi racun agen saraf VX untuk bisa menyebar. VX juga dapat dibersihkan dalam waktu 15 menit setelah paparan tanpa menimbulkan gejala apa pun.

Dengan berat badan Kim yang hampir 100 kg dan tinggi sekitar 1,7 meter, pelaku harus menggunakan kekuatan tubuh mereka untuk secara paksa mengoleskan racun di mata dan wajahnya. "Mereka menggunakan kekuatan kriminal. Mereka harus melakukan serangan dengan cepat dan tepat waktu. Mereka harus agresif. Jika tidak, Kim mungkin akan melawan dan misi mereka akhirnya akan gagal," papar Wan Shaharuddin.

Dia mengatakan, pernyataannya itu dapat disimpulkan dari rekaman video kamera pengintai yang menunjukkan keduanya menyerang pada saat yang bersamaan untuk memastikan rencana mereka berhasil.

Menurut dia, para pelaku tidak dipaksa atau berada di bawah paksaan ketika menyerang Kim. Terlepas dari klaim tersangka tentang penipuan acara TV, Shaharuddin mengatakan ekspresi wajah dan perilaku mereka selama serangan itu tidak mencerminkan lelucon apa pun.

Meskipun operasi itu mungkin telah direncanakan oleh para tersangka dari Korut, Shaharuddin mengatakan kedua tersangka itu tetaplah pembunuh sebenarnya. Keduanya telah melaksanakan rencana tersebut dan secara langsung menyebabkan kematian Kim.

Dia mengakui penyelidikan polisi masih belum sempurna, tetapi ia mendesak pengadilan untuk meminta para pelaku untuk menjawab pertanyaan mengapa agen saraf VX ditemukan pada pakaian mereka dan kuku Huong. Selain itu, pelaku harus menjelaskan mengapa mereka menyerang Kim jika mereka benar-benar melakukan lelucon.

"Jika mereka tetap diam, semua pertanyaan yang diajukan pengadilan akan tetap tidak terjawab dan mereka harus dihukum," kata dia.

Pengacara mengatakan kedua perempuan itu tidak punya motif untuk membunuh Kim dan tidak sadar mereka sedang memegang racun. Pengacara mengklaim klien mereka hanyalah pion yang tidak bersalah dalam pembunuhan berbau politik itu.

Pengacara Aisyah, Gooi Soon Seng, dalam bantahannya mengatakan bahwa pernyataan tersebut didasarkan pada bukti yang lemah. Sementara pengacara Huong menuturkan, para pelaku akan berlari jika mengetahui mereka sedang memegang racun, bukan berjalan cepat seperti yang ada di dalam rekaman video.

Para pengacara itu menegaskan keduanya harus dibebaskan karena mereka telah menghadapi penyelidikan yang buruk, karena polisi tidak mengungkapkan identitas empat pria Korut yang juga menjadi tersangka. Namun seorang penyelidik polisi telah mengungkapkan nama keempat orang itu dalam kesaksiannya.

Aisyah dan Huong terlihat tenang dan berjabat tangan dengan para pengacara serta para pejabat kedutaan di penutupan persidangan. Hakim akan memutuskan apakah keduanya harus memberikan pembelaan atau dibebaskan pada 16 Agustus mendatang.

Kim Jong-nam, putra tertua mantan pemimpin Korut Kim Jong-il, telah tinggal di luar negeri selama bertahun-tahun. Dia dianggap sebagai ancaman oleh saudara seayahnya yang kini menjadi pemimpin Korut, Kim Jong-un.

Para pejabat Malaysia tidak pernah secara resmi menuduh Korut terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-nam. Malaysia juga telah menegaskan mereka tidak ingin persidangan kasus ini dipolitisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement