REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Darun Najaat Maza yang menaungi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Maza, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat menyatakan tidak ada pemecatan seorang guru yang disebabkan perbedaan pilihan dalam Pilkada Jawa barat. Guru itu bernama Robiatul Adawiyah.
"Tidak ada pemecatan terhadap guru yang dilakukan SDIT Darul Maza, maupun yayasan," ujar Ketua Yayasan Darunnajaat Maza, Gunawan Subiyanto, dalam keterangan tertulis, Senin (2/7).
Gunawan menjelaskan, kronologi yang terjadi. Menurut dia, awalnya Ketua Badan Pendidikan Yayasan Daarun Najaat Maza yang bernama Fachrudin secara pribadi mengirimkan sebuah pesan percakapan melalui aplikasi WhatsApp (WA) kepada Robiatul.
Namun, menurut keterangan Fachrudin, pesan itu dipersepsikan salah oleh Robiatul dan dianggap sebagai sebuah pemecatan akibat perbedaan pilihan di Pilkada Jawa Barat. Kepada pihak yayasan, Fachrudin menyatakan tidak ada kata pemecatan dalam pesan yang dikirimkannya kepada Robiatul. Menurut Fachrudin hal itu hanya kesalahpahaman.
Gunawan selaku Ketua Yayasan menegaskan bahwa Fachrudin sendiri tidak memiliki kewenangan dalam memecat tenaga pendidik di SDIT Darul Maza. Kewenangan pengangkatan atau pemberhentian pegawai ada ditangannya selaku Ketua Yayasan dan harus melalui proses yang panjang.
Selain itu, kata dia, Yayasan Daarun Najaat Maza merupakan yayasan bergerak di bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan yang di dalam salah satu kegiatannya adalah Lembaga Pendidikan SDIT Darul Maza dan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun dan tidak berpolitik praktis, sehingga tidak pernah ada paksaan kepada pegawai dalam menyalurkan hak demokrasinya.
"Saat mengetahui berita viral di media sosial, kami selaku pihak yayasan segera mengundang Pak Fachrudin dan Ibu Robiatul untuk datang ke sekolah melakukan klarifikasi dan tabayyun," ujar Gunawan.
Gunawan mengatakan berdasarkan keterangan Fachrudin, baik dalam chat WA maupun lisan tidak pernah ada kata dan ucapan pemecatan, tetapi guru tersebut menyatakan dalam WA merasa telah dipecat, dan meminta surat keterangan pengalaman bekerja. Sehingga, pihak sekolah meminta agar guru itu datang ke sekolah pada keesokan harinya.
"Perlu diketahui bahwa proses pemecatan tidak mudah, harus ada proses pembinaan, harus ada surat resmi dari sekolah, yang dimulai dari surat peringatan pertama, kedua dan seterusnya. Namun dalam hal ini, karena memang tidak ada pemecatan sehingga tidak ada surat peringatan, begitu juga sebaliknya," jelasnya.
Kabar pemecatan terhadap Robiatul beredar ketika suami Robiatul membuat unggahan di media sosial Facebook Kamis (28/6) petang. Isinya, menyatakan ada pemecatan terhadap istrinya karena berbeda pilihan dengan pihak yayasan terkait Pilkada Jawa Barat.
Setelah postingan itu viral, pada Jumat (29/6), pihak Yayasan segera memanggil dan melakukan mediasi Fachrudin dengan Robiatul. Suami Robiatul juga menyepakati menulis informasi klarifikasi di status Facebook-nya yang menjelaskan bahwa permasalahan telah selesai dan mengimbau seluruh pihak untuk tidak memperpanjang masalah.
Pada saat mediasi tersebut, Fachrudin sendiri dikabarkan telah meminta maaf jika ada chat yang dikirimnya secara pribadi, yang dipersepsikan sebagai sebuah pemecatan. Fachrudin mengatakan pesan itu merupakan kekhilafan pribadi. Fachrudin juga menyampaikan permohonan maaf itu melalui grup WA sekolah.
Gunawan mengatakan, pihak yayasan telah mengajak agar Robiatul tetap mengajar dan bergabung seperti sedia kala demi para anak didik di sana. Namun, Robiatul menyatakan tidak bersedia lagi bergabung di SDIT Darul Maza sehingga hal tersebut diluar tanggung jawab pihak yayasan.
Calon gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pada Ahad (1/7) bertemu dengan Rabiatul Adawiyah. Ridwan mengucapkan terima kasih kepada Robiatul yang telah mendukungnya.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada Rabiatul, karena alhamdulillah berkat dukungannya, salah satunya yang menjadikan ikhtiar saya dan juga seluruh pendukung memperoleh hasil yang kita harapkan," kata pria yang akrab disapa Emil ini dalam siaran persnya.