REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mendesak pemerintah menyelesaikan pengangkatan tenaga honorer. Ia menjelaskan sejak 2005 melalui PP 48, memang tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer. Tetapi, risikonya, negara harus menanggung.
"Hingga muncul janji-janji. Dulu janjinya semua akan diangkat menjadi PNS, faktanya, sampai sekarang masih banyak yang belum jadi PNS,” ujarnya di hadapan massa aksi yang menuntut status tenaga honorer di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Senin (23/7).
Menurutnya, rapat gabungan beberapa komisi DPR RI pada 4 Juni 2018 lalu telah menyimpulkan agar pemerintah menyelesaikan status tenaga honorer K2 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Namun, ini juga dipermasalahkan, kalau ketentuan yang berlaku masalah umur misalnya, ini tidak akan mengangkat semua. Oleh karenanya, harus diselesaikan semuanya," ujarnya.
Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan pernah mengatakan pada 2018 akan ada rekrutmen CPNS baru yang akan dilakukan secara bertahap. Janji tersebut, menurut dia, disampaikan di hadapan 30 ribu lebih guru di Stadion Patriot Kota Bekasi dalam rangka HUT PGRI ke-72 dan Hari Guru Nasional (HGN) 2017 lalu.
Fikri tidak menampik persoalan keuangan dan regulasi adalah dua hal yang menjadi isu utama mengenai pengangkatan tenaga honorer. Ia mengatakan, "secara hitungan, pemerintah hampir tidak sanggup. Apa gunanya regulasi? Untuk itu, kami mendorong regulasi yang jelas. Tuntutan awal untuk menjadikan semua menjadi CPNS sudah kami lakukan."
Sementara itu, pada rapat gabungan beberapa komisi yang digelar Senin (23/7), pemerintah mengajukan tiga tahap dalam menyelesaikan polemik tenaga honorer ini. Pertama, melalui rekrutmen CPNS, kedua, melalui rekrutmen tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan kemudian dipekerjakan sesuai dengan kebutuhan institusi dan diberikan haknya sesuai dengan UMR setempat.